KEWAJIBAN BERPEGANG
TEGUH KEPADA AS-SUNNAH
DAN WASPADA TERHADAP
BID’AH
] Indonesia [
وجوب لزوم السنة والحذر من البدعة
[ اللغة الأندونيسية ]
ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ
عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Penerjemah: Rahmat al-‘Arifin Muhammad bin Ma’ruf
ترجمة: رحمة
العارفين محمد بن معروف
Murajaah: DR.MUH.MU’INUDINILLAH BASRI, MA
ERWANDI TARMIZI
مراجعة: محمدون عبد الحميد -
د. محمد معين بصري
إيرواندي
ترمذي
Maktab Dakwah Dan Bimbingan
Jaliyat Rabwah
المكتب التعاوني للدعوة وتوعية الجاليات بالربوة بمدينة الرياض
1428 –
2007
Daftar Isi
Sebuah makalah di mingguan Idarat (India) bermuatan misi serangan
terhadap negara pendukung salaf
|
4
|
Peringatan maulid Nabi bukanlah ajaran Sunnah
|
5
|
Wajib mengikuti Sunnah dan menjauhi bid'ah
|
6
|
Ajaran Islam telah disampaikan Rasul r
dengan sempurna
|
10
|
Kembali kepada Al Quran dan Sunnah dalam menentukan
hukum
|
14
|
Bentuk-bentuk penyimpangan di balik acara Maulid
|
17
|
Menyelenggarakan Maulid bukan pertanda cinta kepada
Rasulullah e
|
21
|
Wahabi penerus gerakan Salaf Ahlussunnah wal jamaah
|
22
|
Kerajaan Saudi berusaha menapak-tilasi jejak Salaf
|
26
|
Penutup
|
29
|
P
Segala puji bagi Allah yang telah
menyempurnakan untuk kita agama ini dan telah mencukupkan untuk kita
nikmat-Nya, serta telah meridhai Islam sebagai agama kita. Shalawat dan salam
sejahtera semoga tetap terlimpah kepada Muhammad, hamba dan Rasul-Nya yang
menyeru menuju ketaatan kepada Tuhannya, sekaligus menyampaikan peringatan
keras terhadap sikap berlebihan (ghuluw) bid’ah dan maksiat. Semoga
shalawat dari Allah tetap terlimpah kepada beliau, kepada keluarga dan sahabat
serta umat beliau yang berjalan pada garis beliau dan mengikuti ajaran beliau
hingga hari kiamat.
SEBUAH
MAKALAH DI MINGGUAN IDARAT (INDIA)
BERMUATAN MISSI SERANGAN TERHADAP NEGARA PENDUKUNG SALAF
Telah saya telaah sebuah makalah
yang dimuat di warta mingguan IDARAT (dalam bahasa Urdu) yang terbit di kota Kanvoor, sebuah kota
industri di daerah Attabaradish, pada
halaman muka. makalah itu bermuatan serangan lewat media massa
untuk menghantam kerajaan Saudi
Arabia yang hingga kini tetap berpegang pada
Akidah Islam yang dianutnya, dan menyatakan perang terhadap aneka bid’ah. lebih
dari itu, Makalah ini telah menuding akidah salaf, yang selama ini menjadi
garis haluan Pemerintah Saudi, sebagai penerapan akidah Sunni. Di balik tulisan
ini, rupanya penulis makalah tersebut bertujuan memecah-belah golongan
Ahlu-s-Sunnah wal-jamaah dan memotifasi munculnya berbagai bid’ah dan khurafat.
Tidak diragukan lagi, bahwa ini
adalah suatu siasat licik dan ulah yang berbahaya yang bertujuan melecehkan
Islam dan menyebar luaskan berbagai bid’ah dan ajaran sesat.
Kemudian secara jelas, makalah itu
menitik-beratkan pembahasannya pada masalah penyelenggaran acara maulid Nabi e dan menjadikan masalah ini titik tolak untuk mengorek
akidah Pemerintahan Saudi.
Oleh sebab itu, saya pandang perlu
mengungkap masalah ini dengan memberikan penjelasan yang semestinya, seraya
memohon pertolongan dari Allah I.
PERINGATAN
MAULID BUKAN DARI AJARAN SUNNAH
Penyelenggaraan acara maulid Nabi e dan semacamnya, adalah tidak boleh hukumnya. Bahkan
wajib dicegah. Karena hal itu adalah hal yang baru yang diada-adakan (bid’ah)
dalam Islam. Rasulullah e tidak pernah melakukannya, dan tidak pernah pula
memerintahkannya, baik untuk hari kelahiran beliau sendiri, atau untuk
kelahiran seorang nabi dari sekian nabi yang telah wafat sebelum beliau, atau
untuk hari kelahiran puteri-puteri dan istri-istri beliau, atau untuk salah
seorang sanak-kerabat maupun sahabat beliau.
Acara maulid ini tidak pernah pula
dilakukan oleh para khulafa’ Rasyidin atau sahabat yang lain –semoga Allah
melimpahkan ridha kepada mereka– atau para tabi’in, bahkan oleh para ulama’
syari’ah dan as-sunnah pada tiga generasi yang dinyatakan keunggulan mereka
(generasi abad pertama, kedua, ketiga hijrah)[1].
Padahal merekalah generasi yang paling mengerti tentang as-Sunnah, paling cinta
kepada Rasulullah e dan
paling taat mengikuti syari’at beliau, dibanding generasi setelah mereka.
Seandainya penyelenggaraan acara maulid ini baik, pastilah mereka telah
melakukan hal itu lebih dahulu dari pada kita.
KEWAJIBAN
MENGIKUTI AS-SUNNAH DAN MENJAUHI BID’AH
Rasulullah e menyuruh kita mengikuti sunnah beliau dan melarang kita
mengadakan acara ritual baru (bid’ah). Karena agama Islam telah sempurna dan
cukup apa yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya, dan yang diterima sebagai
tuntunan As-Sunnah oleh Ahlussunnah wal- Jamaah, yaitu para sahabat dan
tabi’in.
Di dalam hadits shahih Rasulullah r bersabda:
(( مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ ))
“Barang siapa mengadakan
suatu amalan baru dalam Agama kami yang di luar syari’at kami. Maka amalan itu
tertolak”[2]
Hadits ini disepakati keshahihannya oleh para
ulama Sunnah.
Dalam riwayat lain di shahih muslim
(( مَنْ عَمِلَ
عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ))
“Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan
syari’at kami. Maka amalnya itu tertolak”
Dalam hadits lain, beliau bersabda:
((عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ
وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ، تَمَسَّكُوْا
بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ
فَاِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ))
Berpeganglah kamu sekalian dengan sunnahku
dan sunnah para Khulafa’ Rashidin setelahku. Berpegang teguhlah dengannya dan
gigitlah ia erat-erat dengan gigi geraham. Jauhilah perkara-perkara baru yang
diada-adakan, karena setiap amalan yang diada-adakan itu bid’ah, sedang setiap
bid’ah adalah sesat”[3]
Rasulullah e
bersabda dalam khutbah Jum’at beliau:
((
أَمَّا بَعْدُ: فَاِنَّ خَيْرَ الحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ e، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
))
“Selanjutnya, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab
Allah. Sebaik-baik ajaran adalah ajaran Muhammade
Seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Dan setiap
bid’ah adalah sesat” [4]
Dalam hadits-hadits yang tertera
diatas terdapat peringatan keras mengadakan berbagai bid’ah dan penegasan bahwa
bid’ah adalah sesat. Ini semua agar menjadi peringatan bagi ummat Islam tentang
besarnya bahaya bid’ah, sekaligus untuk mengajak mereka menjauhi tindakan
melakukan bid’ah.
Allah I
berfirman:
] !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù [
“Apa saja yang disampaikan Rasul kepada kamu terimalah ia. Dan
apa saja yang dilarangnya bagi kamu, tinggalkanlah” (QS. Al Hasyar: 7).
Allah berfirman:
] Íxósuù=sù tûïÏ%©!$# tbqàÿÏ9$sä ô`tã ÿ¾ÍnÍöDr& br& öNåkz:ÅÁè? îpuZ÷FÏù ÷rr& öNåkz:ÅÁã ë>#xtã íOÏ9r& [
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul
takut akan ditimpa cobaan(dalam hatinya) [5] atau ditimpa adzab yang pedih (QS. An Nuur: 63)
Allah berfirman:
] ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. [
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagi kamu, (yaitu) bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir,
dan banyak mengingat Allah. (QS. Al
Ahzab: 21).
Allah berfirman:
] cqà)Î6»¡¡9$#ur tbqä9¨rF{$# z`ÏB tûïÌÉf»ygßJø9$# Í$|ÁRF{$#ur tûïÏ%©!$#ur Nèdqãèt7¨?$# 9`»|¡ômÎ*Î/ Å̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã £tãr&ur öNçlm; ;M»¨Zy_ Ìôfs? $ygtFøtrB ã»yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkÏù #Yt/r& 4 y7Ï9ºs ãöqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# [
“Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
mereka pun ridha kepada Allah, Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga
yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS. At Taubah: 100).
AJARAN
ISLAM TELAH DISAMPAIKAN RASUL e
DENGAN SEMPURNA
Allah berfirman:
] tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYÏ [
“Pada
hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah aku cukupkan
kepada kamu nikmat-Ku, dan Aku
telah ridhai Islam itu jadi agama
bagimu”.
(QS. Al Maidah: 3).
Ayat ini menunjukkan secara
jelas, bahwa Allah Y telah
menyempurnakan untuk ummat ini agama mereka dan telah mencukupkan bagi mereka
nikmat-Nya. Sedang Rasulullah r tidak
meninggal dunia kecuali setelah menyampaikan dakwah beliau secara paripurna.
Rasulullah e pun
menjelaskan bahwa segala ucapan maupun perbuatan (amalan) yang diada-adakan
oleh orang-orang sepeninggal beliau dan mereka lakukan sebagai ajaran agama
Islam, semua itu adalah bid’ah yang tertolak dan tercampakkan kembali kepada
orang yang mengada-adakannya itu, meskipun tujuan orang itu baik.
Para sahabat
Rasullullah e dan para
Ulama salaf shalih setelah mereka, menyampaikan peringatan keras terhadap
bid’ah dan mengajak untuk menjauhinya. Hal itu, tiada lain karena bid’ah adalah
merupakan ajaran tambahan yang dinisbahkan kepada Islam dan merupakan
membuat-buat syari’at yang tidak dibenarkan dan tidak pula diizinkan oleh
Allah, di samping hal itu merupakan tasyabbuh (perbuatan menyerupai)
musuh-musuh Allah, yaitu Yahudi dan Nasrani, dalam tindakan mereka menambah dan
mengada-adakan hal yang baru dalam agama mereka, yang tidak dibenarkan dan
tidak diizinkan oleh Allah I Lebih dari
itu, tindakan bid’ah, secara tidak langsung menyeret untuk mengatakan bahwa
agama Islam masih kurang dan menuduhnya tidak sempurna. Jelas-jelas ini adalah
kekeliruan yang fatal dan tindakan mungkar yang sangat jelek, serta
bertentangan dengan firman Allah Y
tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ
disamping menyalahi
hadits-hadits Rasulullah yang secara nyata mengingatkan dengan keras dari
berbagai bid’ah dan mengajak menjauhinya.
Dari pengadaan acara-acara maulid atau
semacamnya tersimpul bahwa Allah belum menyempurnakan agama (Islam) untuk ummat
ini, dan bahwa Rasulullah e belum tuntas
menyampaikan apa yang senantiasa dilakukan oleh mereka, sehingga datanglah
generasi belakangan (mutaakhkhirin) untuk mengadakan amalan baru dalam
ayari’at Allah, yang hal itu tidak dibenarkan oleh Allah. Mereka mengira bahwa
amalan-amalan baru yang mereka ada-adakan itu dapat mendekatkan mereka kepada
Allah.
Tanpa diragukan dalam rekaan
mereka ini terkandung bahaya besar di samping ia bermuatan penantangan terhadap
Allah dan Rasul-Nya. Padahal Allah telah menyempurnakan agama ini untuk para
hamba-Nya dan telah mencukupkan nikmat-Nya pada mereka. Rasulullah-pun telah
menyampaikan dakwah beliau sampai tuntas. Tidak ada satu jalan yang tidak
beliau terangkan kepada ummat.
Hal ini tertera pada hadits
shahih:
(( مَا بَعَثَ
اللهُ مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى الخَيْرِ
مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرُهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ ))
Dari Abdullah bin Amr bin
al-Ash –semoga Allah meridhai mereka- berkata: “Tidaklah Allah mengutus
seorang Nabi kecuali Nabi itu berkewajiban menunjuki ummatnya (jalan) kebaikan
yang ia ketahui untuk mereka dan menyampaikan peringatan terhadap(jalan)
kejahatan yang ia ketahui berdampak buruk untuk mereka” (HR. Muslim).
Secara yakin kita tahu bahwa
Nabi kita e adalah Nabi
yang mulia, Nabi terakhir yang paling
sempurna dalam menunaikan tugas tabligh dan membina umat. Seandainya pengadaan
acara maulid itu adalah termasuk ajaran Islam yang diridhai Allah untuk para
hamba-Nya, tentu Rasulullah menjelaskan kepada umat, atau tentu para Sahabat
beliau melakukannya. Karena hal itu tidak pernah dijelaskan Rasulullah dan
tidak pernah dilakukan oleh Sahabat beliau, maka jelaslah bahwa ia di luar
ajaran Islam, bahkan termasuk ajaran-ajaran baru, yang umat ini diperingatkan
oleh Rasulullah e agar tidak
melakukannya, sebagaimana tertera dalam hadits-hadits diatas.
Secara tegas, sejumlah ulama’
mengatakan bahwa acara maulid dan semacamnya adalah amalan yang salah.
Merekapun menyampaikan peringatan keras terhadap hal itu, sebagai pengamalan
dan penerapan dalil-dalil yang tertera di atas dan lainnya.
KEMBALI
KEPADA AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH DALAM MENENTUKAN HUKUM
Sebagai mana dimaklumi dari
kaidah syar’i bahwa penentuan halal atau haram dan pemutusan perselisihan dalam
hal ini hendaklah dengan merujuk kepada kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya
sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Y:
] $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? [
“Wahai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri
diantara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kiamat, demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik sesudahnya”. (QS. An Nisaa': 59).
Allah berfirman:
] $tBur ÷Läêøÿn=tG÷z$# ÏmÏù `ÏB &äóÓx« ÿ¼çmßJõ3ßssù n<Î) «!$# 4 [
“Apapun
yang kamu perselisihkan, maka putusannya (hendaklah di kembalikan) kepada
Allah”.
(QS. Asy Syuura: 10).
Jika kita kembalikan masalah
penyelenggaraan maulid atau semacamnya ini kepada kitab Allah, maka kita dapati
al-Qur’an menyuruh kita mengikuti Rasul e dalam segala
apa yang beliau bawa. Al-Qur’an pun memberi peringatan keras terhadap apa yang
beliau larang, Al-Qur’an juga memberi informasi kepada kita bahwa Allah telah menyempurnakan
agama untuk umat ini, yang wajib mereka anut. Sementara, acara maulid atau
semacamnya bukanlah termasuk ajaran yang dibawa oleh Rasulullah e. Dengan
demikian, berarti amalan ini di luar ajaran agama Islam yang sudah Allah
sempurnakan untuk kita dan dia perintahkan kepada kita untuk mengikuti Rasul e dalam
melaksanakannya.
Lalu, jika kita kembalikan hal
ini kepada sunnah Rasulullah e, maka kita
pun tidak mendapati Rasulullah e melakukan
atau memerintahkannya. Begitu pula para Sahabat beliau -radhiallahu ‘anhum-
tidak pernah melakukannya, dengan demikian kita ketahui dengan yakin bahwa penyelenggaraan
maulid atau semacamnya bukanlah dari ajaran Islam. Bahkan justru tergolong
bid’ah yang diada-adakan, dan tergolong meniru secara buta kepada ahli kitab
dari kalangan oarang-orang Yahudi maupun Nasrani dalam upacara-upacara hari
besar mereka.
Dari keterangan di atas
jelaslah bagi orang yang memiliki pengetahuan walaupun sedikit, dan memiliki
minat pada kebenaran serta memiliki sikap adil dan obyektif dalam mencari
kebenaran. Bahwa penyelenggaraan hari lahir, dengan segala macamnya, adalah di luar
ajaran Islam bahkan tergolong bid’ah, yang kita diperintah Allah dan Rasul-Nya
untuk meninggalkan dan berhati-hati agar tidak terpelosok di dalamnya.
Seyogyanya orang yang berakal sehat tidak
terperdaya oleh banyaknya orang yang melakukannya di berbagai belahan bumi ini.
Karena kebenaran tidaklah diketauhi lantaran banyaknya orang yang melakukannya,
akan tetapi ia dikenali hanya melalui dalil-dalil syar’i.
Allah berfirman tentang
orang-orang Yahudi dan Nasrani:
] (#qä9$s%ur `s9 @äzôt sp¨Yyfø9$# wÎ) `tB tb%x. #·qèd ÷rr& 3t»|ÁtR 3 ù=Ï? öNàÏR$tBr& 3 ö@è% (#qè?$yd öNà6uZ»ydöç/ bÎ) óOçGZà2 úüÏ%Ï»|¹ [
“Dan
merekalah (orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata: sekali-kali tidak akan masuk
surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu
(hanyalah) angan-angan kosong mereka belaka. Katakanlah: “Tunjukkan bukti
kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar” (QS. Al
Baqarah: 111).
Allah berfirman:
] bÎ)ur ôìÏÜè? usYò2r& `tB Îû ÇÚöF{$# x8q=ÅÒã `tã È@Î6y «!$# 4[
“Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan
mwnyesatkan engkau dari jalan Allah”. (QS. Al An'aam: 116).
BENTUK-BENTUK
PENYENYIMPANGAN DI BALIK ACARA MAULID
Pada umumnya, di samping
acara-acara ini memang bid’ah, sering kali, di beberapa negara, diwarnai
hal-hal mungkar lainnya, seperti campur aduknya pria dan wanita, pementasan
nyanyian-nyanyian dan instrument-instrument musik, minum-minuman keras dan
narkotika serta ragam kekejian lainnya.
Kadang-kadang terjadi
kemungkaran yang lebih besar dari itu semua, yaitu syirik besar. Syirik ini terselubung dalam
sikap berlebihan (ghuluw) terhadap Rasulullah e atau terhadap
para wali, pemujaan dan Pemanjatan doa kepada Nabi e, permohonan
selamat kepada beliau, permintaan kekuatan kepada beliau, keyakinan bahwa
beliau mengetahui yang ghaib dan hal-hal lain yang menyeret pelakunya menjadi
kafir.
Dalam hadits shahih Rasulullah r bersabda:
(( إِيَّاكُمْ وَالغُلُوُّ
فِيْ الدِّيْنِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الغُلُوُّ فِيْ الدِّيْنِ
))
“Hindarilah
sikap berlebihan dalam (pengamalan) Agama, tiada lain sikap berlebihan dalam
(pengamalan) Agama telah menjadikan
binasanya umat sebelum kamu“.
Rasulullah juga telah bersabda:
(( لاَ تُطْرُوْنِيْ
كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُوْلُوْا عَبْدُ
اللهِ وَرَسُوْلُهُ ))
“Janganlah
kamu berlebih-lebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebihan
memuji(Isa) putera Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Karenanya
sebutlah (aku) hamba Allah dan Rasulnya.“ (Hadits ini diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dalam shahihnya).
Yang mengherankan, adalah bahwa
banyak orang sibuk dan bersikeras untuk menghadiri acara-acara pertemuan maulid
dan semacamnya yang bid’ah ini dan mempertahankan serta membelanya. Sementara
mereka absen menghadiri shalat jum’at dan shalat jamaah yang hukumnya wajib.
Mereka acuh tak mengangkat kepala sedikitpun untuk memenuhi panggilan shalat
jum’at atau shalat jama’ah. Anehnya dalam kondisi seperti ini ia tidak merasa melakukan kemungkaran yang
besar. Tidak diragukan, bahwa ini adalah akibat lemahnya iman, tipisnya ilmu,
dan menebalnya bintik-bintik noda di hati oleh sebab berbagai dosa dan
kemaksiatan. Kita panjatkan permohonan kepada Allah, kiranya dia mengaruniai
kita dan segenap umat Islam kesejahteraan lahir dan batin.
Lebih aneh lagi sebagian mereka
berkeyakinan bahwa Rasulullah e hadir dalam
acara maulid itu. Karenanya, mereka berdiri untuk memberikan salam kehormatan
dan ucapan marhaban (selamat datang).
Ini adalah suatu klimaks
kebatilan dan seburuk-buruk kebodohan. Karena Rasulullah e tidaklah
keluar dari kuburan beliau sebelum hari kiamat, dan tidak pula berkomunikasi dengan
manusia, serta tidak juga menghadiri pertemuan-pertemuan yang mereka adakan.
Bahkan sebaliknya, beliau menetap di kuburan sampai hari kiamat. Sedang ruh
suci beliau disemayamkan di tingkat teratas di “illiyyin” di istana
kemuliaan (dar al-karamah) di sisi Allah.
Allah berfirman:
] /ä3¯RÎ) y÷èt/ y7Ï9ºs tbqçFÍhyJs9 ÇÊÎÈ ¢OèO ö/ä3¯RÎ) tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# cqèWyèö7è? [
“Kemudian
kamu setelah itu benar-benar akan mati. Kemudian sesungguhnya kamu pada hari
kiamat akan dibangkitkan” (QS. Al Mu'minun: 15-16).
Nabi r bersabda:
(( أَنَا أَوَّلُ
مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ القَبْرُ يَوْمَ القِيَامَةِ وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ
مُشَفَّعٍ ))
“Aku
adalah orang yang pertama kuburnya terbelah dan
terbuka di hari kiamat. Aku adalah orang yang pertama memberi syafaat
dan orang pertama yang diberi wewenang untuk memberikan syafa’at”
Ayat dan hadits di atas,
juga ayat-ayat dan hadist-hadits lain
yang semakna dengannya menunjukkan bahwa Nabi e dan
orang-orang yang telah mati lainnya, mereka hanyalah dapat keluar dari kuburan
mereka pada hari kiamat. Ini menjadi ijma’(kesepakatan) para ulama’ dan tidak
ada perselisihan pendapat di antara mereka.
Oleh sebab itu, seyogyanya
seorang muslim memiliki kepekaan terhadap hal-hal semacam ini, dan hendaknya
waspada terhadap aneka bid’ah dan khurafat yang diada-adakan oleh orang orang
bodoh atau semacamnya, yang tidak pernah Allah menurunkan hujjah yang mendukung
hal itu.
Adapun bershalawat dan
mengucapkan salam kepada Rasulullah e adalah
termasuk ibadah yang paling utama dan salah satu dari sekian amal shalih.
Allah berfirman:
] ¨bÎ) ©!$# ¼çmtGx6Í´¯»n=tBur tbq=|Áã n?tã ÄcÓÉ<¨Z9$# 4 $pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JÎ=ó¡n@ [
"Sesungguhnya
Allah dan Malikat-Nya bershalawat untuk nabi. Wahai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah untuk dia dan ucapkanlah salam penghormatan padanya” (QS. Al
Ahzab: 56).
Nabi r bersabda:
(( مَنْ صَلَّى
عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشَرَةً ))
“Barang siapa
bershalawat untukku satu kali, maka Allah akan bershalawat (dengan melimpahkan
rahmat-Nya) kepadanya sepuluh kali”.
Bershalawat ini disyari’atkan
di setiap waktu, bershalawat sangat ditekankan untuk dilakukan pada akhir setiap shalat. Bahkan menurut
kebanyakan ulama’ wajib dilakukan di tahiyat akhir pada setiap shalat, dan sunnah muakkadah dilakukan di banyak
tempat, di antaranya: seusai adzan, di saat nama beliau e disebut, pada
malam Jum’at dan berikutnya di hari Jum’at, sebagaimana dijelaskan banyak
hadits.
Inilah hal-hal yang saya
maksudkan untuk dijelaskan masalah ini. Kiranya cukup jelas bagi orang yang
dibuka dan diterangi mata hatinya oleh Allah.
MENYELENGGARAKAN
MAULID BUKAN CERMIN CINTA KEPADA RASULULLAH e
Sungguh sangat menyedihkan,
bahwa yang melakukan acara-acara maulid atau semacamnya yang bid’ah ini adalah
umat Islam yang patuh terhadap akidahnya dan menyatakan kecintaannya kepada
Rasulullah e.
Kini, kami sodorkan pertanyaan
kepada mereka itu: “Jika anda berpegang pada akidah sunni dan patuh kepada
Rasulullah e, adakah
beliau atau salah seorang Shahabat beliau ataupun tabi’in yang melakukan itu?
Atau ini justru taqlid buta terhadap musuh-musuh Islam, seperti orang-orang
Yahudi, Nasrani atau orang-orang yang serupa meraka?
Cinta kepada Rasulullah r tidaklah
tercermin pada penyelenggaraan maulid. Tetapi harus tercermin pada:
A-Kepatuhan terhadap apa yang
beliau perintahkan,
B-Meyakini apa yang beliau
turunkan.
C-Menjauhi apa yang beliau
larang.
D-Hendaknya jangan menyembah
atau beribadah kepada Allah kecuali dengan tata-cara yang disyari’atkan oleh
Allah (melalui Rasul-Nya).
E-Disamping itu, tanda
kecintaan kepada Rasulullah hendaknya diwujudkan dengan bershalawat kepada
beliau e ketika nama
beliau disebut, baik dalam shalat maupun pada kesempatan lain.
WAHABI
PELANJUT GERAKAN SALAF AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH
Kelomapok Wahabi –demikian istilah yang
dipakai oleh penulis di berita mingguan urdu itu- bukanlah kelompok baru dalam
menyatakan salahnya acara-acara bid’ah semacam ini.
Akidah Wahabi dilandaskan pada:
A-Berpegang teguh kepada kitab
Allah.
B-Berpegang teguh kepada Sunnah
Rasulullah.
C-Berjalan pada garis ajaran
Rasul r, dan garis
ajaran Khulafa’ Rasyidin setelah beliau serta para tabi’in , dan
D-Meniti jejak para ulama’ salafusshalih,
para imam terkemuka dalam Islam, yaitu para ahli fiqih dan taqwa.
Inilah landasan Akidah Wahabi
dalam hal Ma’rifatullah dan itsbatushShifat (penetapan sifat-sifat ke-Maha
Sempurnaan dan ke-Maha Agungan Allah) yang diturunkan oleh al-Qur’an dan
tertera dalam hadits-hadits shahih serta yang dipegang teguh oleh para sahabat
Rasul e. Wahabi
menetapkan, mengimani dan menerima apa adanya sifat-sifat Allah itu:
- Tanpa tahrif (mengubahnya)
- Tanpa ta’thil (meniadakan
ma’nanya)
-Tanpa takyif (mempertanyakan
bagaimana atau mengandaikannya), dan
- tanpa
tamtsil (menyerupakan dengan sifat-sifat Makhluk).
Wahabi berpegang pada
dasar-dasar aqidah yang dianut oleh para ahlul ‘ilmi wattaqwa generasi
pendahulu (salaf) dan para imam umat ini yaitu para tabi’in dan pengikut setia
mereka, mereka mengimani bahwa dasar dan fondasi iman adalah:
شَهَادَةُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ
Kesaksian
bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya
Muhammad adalah utusan Allah.
Syahadat ini adalah dasar iman,
ia harus mengandung ilmu (pengertian dan keyakinan), amal (tindakan) dan
pernyataan lisan, sebagaimana hal itu telah menjadi ijma’ umat Islam.
Kandungan arti shahadat ini
adalah:
A-Kewajiban beribadah
(mengabdi) kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan
B-Bara’ah (berlepas diri) dari
penyembah selain Allah, apapun dan siapapun dia.
Inilah hikmah (Inti tujuan)
diciptakannya Jin dan Manusia. Untuk tujuan ini pula para Rasul diutus dan
kitab-kitab Ilahi diturunkan.
Sahadat ini juga mengandung:
A-Puncak rasa rendah dan rasa
cita kepada Allah semata, dan
B-Puncak rasa ta'at dan
pengagungan kepada-Nya.
Inilah dinul Islam (agama
Islam) yang Allah tidak akan menerima agama apapun selainnya baik itu dari
kaum-kaum terdahulu maupun dari kaum-kaum yang datang kemudian. Karena seluruh
nabi berpegang kepada dinul Islam ini dan merekapun diutus untuk menyeru menuju
Islam , dan menuju apa yang dikandung oleh makna Islam itu, yaitu al-istislam
(berserah diri) kepada Allah semata.
Maka orang yang berserah diri
kepada Allah dan kepada selain-Nya, atau memanjatkan do’a kepada Allah dan
kepada selain-Nya ia adalah musyrik, dan barang siapa yang tidak berserah diri
kepada-Nya, ia berarti mustakbir, angkuh dan enggan menyembah-Nya.
Allah berfirman:
] ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/ Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqߧ Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# [
“Dan
sesungguhnya kami telah mengutus ke kalangan masing-masing umat seorang rasul
untuk menyeru “Sembahlah (beribadahlah) kepada Allah dan jauhilah thaghut”. (QS. An Nahl:
36).
Akidah Wahabi berasaskan
pada pewujudan syahadat (kesaksian) bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, dengan
konsekwensi menolak segala aneka bid’ah dan khurafat serta segala yang
bertentangan dengan syari’at yang dibawa Rasulullah, Muhammad e
Inilah akidah yang diyakini,
dianut dan didakwahkan oleh syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah-.
Barangsiapa yang menisbatkan kepada beliau akidah lain yang bertentangan dengan
akidah di atas, berarti ia telah melakukan kedustaan dan berbuat suatu dosa
yang nyata serta menyatakan suatu hal yang ia tidak memiliki ilmu tentang hal
itu, yang kelak akan dibalas oleh Allah sebagaimana layaknya ancaman kepada
para pembuat kedustaan dan fitnah.
Syaikh Muhammad bin abdul
Wahhab telah memaparkan sejumlah tulisan tetang fiqh (dalam madzhab Imam Ahmad
ibn Hanbal). Beliau juga menulis beberapa bahasan dan kajian yang memiliki
kekhasan dalam penyuguhan, dan karya-karya tulis yang bagus seputar kalimatulIkhlas
wat Tauhid
(لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله)
dan arti syahadat (kesaksian) terhadap
(لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله) serta
tentang kandungan makna kalimah syahadat itu, yang dijelaskan oleh al-Qur’an,
Sunnah dan ijma’, yang tersimpul dalam dua hal:
A-Pernyataan bahwa selain Allah
tidak berhak untuk disembah dan dipertuhankan.
B-Penetapan bahwa hanya Allah
semata yang berhak disembah dan dipertuhankan. Penyembah (ibadah/ubudiah)
kepada Allah ini wajib dilakukan semurni-murninya dan sesempurna-sempurnanya,
terbebas dari unsur syirik (penyekutuan) baik yang kecil maupun yang besar,
baik yang nyata maupun yang samar.
Orang mengetahui
karangan-karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan data-data akurat tentang
pemikiran, dakwah dan jejak perjuangan beliau, serta mengetahui akidah yang dipegang
oleh kawan seperjuangan dan murid-murid beliau, nyatalah baginya bahwa Syaikh
adalah sosok yang konsisten pada aqidah pemurnian tauhid dan perjuangan
membasmi bid’ah dan khurafat. Dan itulah garis para salafusshalih dan para imam
terkemuka.
SAUDI
BERUSAHA MENAPAK-TILASI JEJAK SALAF
Alhamdulillah, di atas
garis inilah Pemerintah Saudi tegak. Para Ulama’nyapun meniti garis itu.
Pemerintah Saudi tidaklah bersikap keras kecuali dalam menentang bid’ah dan
khurafat yang menodai Agama Islam dan dalam mendobrak sikap ghuluw
(melampaui batas dalam menjalankan agama) yang hal itu dilarang oleh Rasulullah
e.
Ulama’ Islam di Saudi, para
ulama’ dan penguasanya sangat menghormati setiap muslim. Mereka hunjamkan di
hati mereka rasa loyalitas, pembelaan, cinta dan penghargaan tinggi kepada
setiap muslim dari negara dan arah manapun.
Mereka hanyalah menentang dan
tidak mentolerir ulah para pendukung akidah sesat yang mengadakan aneka bid’ah
dan khurafat serta peringatan hari-hari besar bid’ah. Pengadaan dan penyelenggaraan
pertemuan untuk acara-acara bid’ah itu adalah termasuk hal-hal yang tidak
diizinkan dan tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya e. Para ulama’
dan penguasa Saudi mencegah hal itu karena ia adalah termasuk amalan-amalan
baru yang diada-adakan, sedangkan seluruh umat Islam diperintah mengikuti
Sunnah, bukan diperintah mengada-adakan bid’ah, Karena agama Islam adalah
sempurna dan cukup apa yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya r dan apa yang
diterima sebagai ajaran Sunnah oleh ahlussunnah wa-l-jama’ah, yaitu para
sahabat, Tabi’in dan orang-orang yang mengikuti garis mereka.
Pelarangan terhadap
penyelenggaraan maulid, hal-hal yang mengandung sesuatu yang melampaui batas
dalam agama (ghuluw) atau mengandung kemusyrikan dan yang serupa
bukanlah tindakan yang non-Islami atau penghinaan terhadap Rasulullah r. Akan tetapi
itu justru suatu ketaatan kepada beliau dan pelaksanaan perintah beliau. Dalam
kaitan ini beliau bersabda:
(( إِيَّاكُمْ وَالغُلُوُّ
فِيْ الدِّيْنِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الغُلُوُّ فِيْ الدِّيْنِ
))
“Jauhilah
oleh kamu ghuluw (sikap berlebihan dan melampui batas) dalam agama. Sesungguhnya penyebab kehancuran kaum sebelum
kamu adalah sikap ghuluw dalam agama.”
Dan beliaupun bersabda:
(( لاَ
تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ،
فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ ))
“Janganlah
kamu berlebihan memujiku sebagai mana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan
memuji dan menyanjung (Isa) putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang
hamba. Karenanya, sebutlah (aku) : “Hamba Allah dan rasul-Nya”.
PENUTUP
Inilah yang ingin saya jelaskan
dalam menyanggah makalah yang dimuat di warta mingguan IDARAT (INDIA). Kepada
Allah saja kita panjatkan permohonan, semoga Dia melimpahkan taufiq-Nya kepada
kita dan kepada seluruh umat Islam untuk dapat memahami agama Allah dan tetap
teguh padanya. Sesungguhnya Allah Maha Pemberi Karunia. Semoga Allah senantiasa
melimpahkan shalawat dan salam sejahtera kepada Nabi kita, muhammad e, juga kepada
keluarga dan para sahabat beliau.
Pimpinan Umum
Dirjen Riset, fatwa,
Da’wah dan Bimbangan Islam
Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz.
(( خَيْرُ
القُرُوْنِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
))
Sebaik baik generasi adalah
generasi di masa keberadaanku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi
berikutnya
(HR Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim )
[3]) HR
Ahmad, Abu Dawuud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Irbadh bin Sariyah radhiallahu
‘anha.
[4]
) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin
Hanbal dalam Musnadnya, Muslim dan Ibnu Majah , juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari,
At-Tirmidzi dan An Nasa’I dari Ibnu Mas’ud, dari Ibnu ‘umar berkata:
كُلُّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَإِنْ رَأَوْهَا النَّا سُ حَسَنَةً
Setiap
bid’ah adalah sesat meskipun dipandang baik oleh banyak orang (lihat: Al
Ba’its ‘ala inkar al bida’ wal hawadits oleh Abu Syamah As-Syafi’i .
[5]
) Menurut ibnu Katsir arti fitnah di
ayat ini adalah cobaan dalam hati yang berupa kekafiran atau kemunafikan atau
bid’ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar