Pengertian
Ilmu Hadits
DEFINISI
Al-Hadits
didefinisikan sebagai “sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW
baik berupa [1] perbuatan, [2] perkataan, dan [3] pernyataannya.”
- Perkataan
Perkataan Nabi Muhammad SAW adalah perkataan yang pernah beliau ucapkan dalam berbagai bidang, seperti bidang hukum (syariat), akhlaq, dll. - Perbuatan
Perbuatan Nabi Muhammad SAW merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syariat yang belum jelas cara pelaksanaannya misalnya cara shalat. - Pernyataan
(taqrir)
Pernyataan Nabi Muhammad SAW adalah keadaan beliau mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dikatakan atau dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat dihadapan beliau.
Sedangkan
unsur-Unsur yang harus ada dalam menerima hadits, adalah rawi, matnul hadits
dan sanad.
A. Rawi
Rawi yaitu
orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa-apa yang pernah
didengar dan diterimanya dari seseorang.
B. Matnu’l-Hadits
Matnu’l-Hadits
yaitu pembicaraan (kalam) atau materi berita yang dijelaskan oleh sanad yang
terakhir baik pembicaran itu sabda Rasulullah, sahabat atau tabiin, isi
pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak
disanggah oleh Nabi.
Matan dari
segi bahasa artinya membelah, mengeluarkan, mengikat. Sedangkan menurut istilah
ahli hadis, matan adalah perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda
Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya) .
Contoh :
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن
سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي
يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى
دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه
Telah
mengabarkan kepada kami Al-Humaidi Abdullah bin Azzubair, beliau
berkata,"Telah mengabarkan kepada kami Sufyan. beliau berkata,"Telah
mengabarkan kepada kami Yahya bin Said Al-Anshari, beliau berkata,"Telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, bahwa beliau mendengar
Alqamah ibn Waqqash Al-Laitsi yang berkata bahwa,"Aku mendengar Umar ra
berbicara di atas mimbar, "Aku mendengar Rasulullah SAW telah
bersabda,"Sesungguhnya tiap-tiap amal itu dengan niat. Dan setiap orang
akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya. Siapa yang hijrahnya demi untuk
dunia yang dikejarnya atau demi seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka
hijrahnya hanya untuk apa yang diniatkannya saja". (HR Bukhari)
Mulai dari
kalimat Rasulullah SAW bersabda hingga bagian akhir dari hadits di atas adalah
matan (matnul hadits).
C. Sanad
Sanad yaitu
jalan yang dapat menghubungkan matnu’l hadits kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam. Sanad ini merupakan neraca untuk menimbang shahih atau
dhaifnya suatu hadits. Andaikata salah seorang dalam sanad-sanad itu ada yang
fasik atau tertuduh dusta maka dhaiflah hadits tersebut.
Sanad dari
segi bahasa artinya (sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran).
Sedangkan menurut istilah ahli hadis, sanad jalan yang menyampaikan kepada
matan hadis). Contoh :
Dalam hadis
di atas, potongan kalimat-kalimat muali dari Al-Humaidi hingga Umar bin
Al-Khattab ra di atas dinamakan sanad. Terdiri dari orang perawi dari Imam
Al-Bukhari terus sambung menyambung hingga kepada Rasulullah SAW. Para
perawinya berturut-turut ke atas adalah :
- Al-Humaidi Abdullah bin Azzubair
- Sufyan
- Yahya bin Said Al-Anshari
- Muhammad bin Ibrahim At-Taimi
- Alqamah ibn Waqqash Al-Laitsi
- Umar bin Al-Khattab ra, beliau adalah rawi di tingkat shahabat Rasulullah SAW
Kedudukan Matan dan Sanad Hadits
Para ahli
hadis sangat hati-hati dalam menerima suatu hadis kecuali apabila mengenal dari
siapa mereka menerima setelah benar-benar dapat dipercaya. Pada umumnya riwayat
dari golongan sahabat tidak disyaratkan apa-apa untuk diterima periwayatannya.
Akan tetapi mereka pun sangat hati-hati dalam menerima hadis .
Pada masa
Abu bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan hadis diawasi secara hati-hati dan
tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh seorang lain. Ali
bin Abu Thalib tidak menerima hadis sebelum yang meriwayatkannya disumpah.
Meminta
seorang saksi kepada perawi, bukanlah merupakan keharusan dan hanya merupakan
jalan untuk menguatkan hati dalam menerima yang berisikan itu. Jika dirasa tak
perlu meminta saksi atau sumpah para perawi, mereka pun menerima
periwayatannya.
Adapun
meminta seseorang saksi atau menyeluruh perawi untuk bersumpah untuk membenarkan
riwayatnya, tidak dipandang sebagai suatu undang-undang umum diterima atau
tidaknya periwayatan hadis. Yang diperlukan dalam menerima hadis adalah adanya
kepercayaan penuh kepada perawi. Jika sewaktu-waktu ragu tentang riwayatnya,
maka perlu didatangkan saksi/keterangan.
Kedudukan
sanad dalam hadis sangat penting, karena hadis yang diperoleh/ diriwayatkan
akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadis
dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadis yang sahih
atau tidak, untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan
hukum-hukum Islam. Ada beberapa hadis dan atsar yang menerangkan keutamaan
sanad, di antaranya yaitu: Diriwayatkan oleh muslim dari Ibnu Sirin, bahwa
beliau berkata:
"Ilmu
ini (hadis ini), idlah agama, karena itu telitilah orang-orang yang kamu
mengambil agamamu dari mereka," Abdullah lbnu Mubarak berkata:
"Menerangkan
sanad hadis, termasuk tugas agama Andaikata tidak diperlukan sanad, tentu siapa
saja dapat mengatakan apa yang dikehendakinya. Antara kami dengan mereka, ialah
sanad. Perumpamaan orang yang mencari hukum-hukum agamanya, tanpa memerlukan
sanad, adalah seperti orang yang menaiki loteng tanpa tangga."
Asy-Syafii
berkata.
"Perumpamaan
orang yang mencari (menerima) hadis tanpa sanad, sama dengan orang yang
mengumpulkan kayu api di malam hari. "
Perhatian
terhadap sanad di masa sahabat yaitu dengan menghapal sanad-sanad itu dan
mereka mempuyai daya ingat yang luar biasa. Dengan adanya perhatian mereka maka
terpelihara sunnah Rasul dari tangan-tangan ahli bid'ah dan para pendusta.
Karenanya pula imam- imam hadis berusaha pergi dan melawat ke berbagai kota
untuk memperoleh sanad yang terdekat dengan Rasul yang dilakukan sanad 'aali
Ibn Hazm
mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan dari Orang yang dipercaya hingga
sampai kepada Nabi SAW. dengan bersambung-sambung perawi-perawinya adalah suatu
keistimewaan dari Allah khususnya kepada orang-orang Islam.
Memperhatikan
sanad riwayat adalah suatu keistimewaan dari ketentuan-ketentuan umat Islam.
Periwayatan
Hadits
A. Periwayatan anak-anak, orang kafir dan fasik
Jumhur
ulama hadits berpendapat bahwa seseorang yang menerima hadits sewaktu masih
kanak-kanak atau dalam keadaan kafir atau fasik dapat diterima periwayatannya,
bila disampaikan setelah masing-masing dewasa, memeluk agama islam dan
bertobat. Hal ini diperkuat dengan adanya periwayatan hadits dari para sahabat
ketika belum dewasa yaitu Ibnu Abbas, Al-Hasan, Al-Husein, Nu’man bin Basyir,
dsb.
Sedangkan
batas minimal umur anak yang belum dewasa tesebut adalah 5 tahun sebab mulai
dari umur inilah anak-anak mulai menginjak tamyiz (kepekaan membedakan
benda-benda yang mirip).
Dalil yang
menyebutkan dapat menerima periwayatan orang kafir adalah hadits Jubair bin
Muth’im: “Bahwa ia mendengar Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca
surat At-Thur pada shalat Maghrib.” Jubair mendengarnya saat masih dalam
keadaan kafir sampai akhirnya memeluk islam. Imam Ibnu Hajar menerima riwayat
orang fasik dengan dalil qiyas “babul aula” artinya jika penerimaan riwayat
orang kafir yang disampaikan setelah masul islam adapat diterima apalagi
penerimaan orang fasik yang disampaikan setelah tobat, tentulah lebih dapat
diterima. Penerimaan riwayat orang gila yang disampaikan setelah ia sehat
tetaplah tidak dapat diterima karena sewaktu gila, ia telah kehilangan
kesadarannya.
B. Macam-macam cara menerima riwayat
a. Sama’min lafdhi’s-Syaikhi
yaitu
mendengar sendiri dari perkataan gurunya baik secara didiktekan maupun bukan
dan baik dari hafalannya maupun tulisannya.
b. Al-qiraah ‘ala’s-Syaikhi (aradl)
yaitu si
pembaca menyuguhkan haditsnya kehadapan guru baik ia sendiri yang membaca
maupun oranglain yang membacanya sedangkan ia mendengarkan
c. Ijazah
yaitu
pemberian izin dari seseorang kepada orang lain untuk meriwayatkan hadits
daripadanya atau kitab-kitabnya.
d. Munawalah
yaitu
seorang guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang
sudah dikoreksi untuk diriwayatkan
e. Mukatabah
yaitu
seorang guru menulis sendiri atau menyuruh orang lain menulis beberapa hadits
kepada orang ditempat lain atau yang ada dihadapannya (korespondensi)
f. Wijadah
yaitu
memperoleh tulisan hadits orang lain yang tidak diriwayatkannya baik dengan
lafadz sama’, qiraah maupun selainnya
g. Washiyah
yaitu pesan
seseorang dikala sakaratul maut atau bepergian dengan sebuah kitab yang
diriwayatkan
h. I’lam
yaitu
pemberitahuan guru kepada muridnya bahwa hadits yang diriwayatkannya adalah
riwayat sendiri yang diterima dari seseorang dengan tidak menyuruh agar si
murid meriwayatkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar