Hadits
Dhaif
Definisi :
Hadits
Dhaif yaitu hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat
hadits Shahih atau hadits Hasan.
Hadits
Dhaif merupakan hadits Mardud yaitu hadits yang tidak diterima oleh para ulama
hadits untuk dijadikan dasar hukum.
Alasan tertolaknya Hadits Dhaif:
1. Adanya
kekurangan pada rawinya baik tentang keadilan maupun hafalannya, sbb:
·
Dusta (Hadits maudlu)
·
Tertuduh dusta (Hadits matruk)
·
Fasik
·
Banyak salah
·
Lengah dalam menghafal
·
Banyak waham (prasangka) disebut hadits mu’allal
·
Menyalahi riwayat orang kepercayaan
·
Tidak diketahui identitasnya (Hadits Mubham)
·
Penganut Bid’ah (Hadits mardud)
·
Tidak baik hafalannya (Hadits Syadz dan mukhtalith)
2. Sanadnya tidak
bersambung
·
Kalau yang digugurkan sanad pertama disebut hadits
mu’allaq
·
Kalau yang digugurkan sanad terakhir (sahabat) disebut
hadits mursal
·
Kalau yang digugurkan itu dua orang rawi atau lebih
berturut-turut disebut hadits mu’dlal
·
Jika tidak berturut-turut disebut hadits munqathi’
Hadits
Dhaif yang disebabkan suatu sifat pada matan ialah hadits Mauquf dan Maqthu’
Oleh karenanya para ulama melarang menyampaikan hadits dhaif tanpa menjelaskan
sanadnya. Adapun kalau dengan sanadnya, mereka tidak mengingkarinya.
Hadits
Qudsi
Definisi :
Hadits
Qudsy yaitu sesuatu yang dikhabarkan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya melalui ilham
atau mimpi yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham atau mimpi tersebut
dengan ungkapan kata beliau.
Perbedaan
Hadits Qudsy dengan Hadits Nabawi adalah biasanya Hadits Qudsy mengandung
kalimat:
a. Qala
(yaqalu) Allahu
b. Firma
yarwihi ‘anillahi Tabaraka wa Ta’ala
c.
Lafadz-lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas, setelah
selesai penyebutan rawi yang menjadi sumber (pertama) yakni sahabat.
Perbedaan Hadits Qudsy dengan Al-Qur’an:
a. Semua
lafadz (ayat-ayat) Al-Qur’an adalah mukjizat dan mutawatir sedangkan hadits
Qudsy tidak
b.
Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur’an tidak berlaku bagi Al-Hadits,
seperti larangan menyentuhnya bagi yang sedang berhadats kecil larangan untuk
membacanya bagi yang berhadats besar, sedangkan untuk Hadits Qudsy tidak
berlaku demikian.
c. Setiap
huruf yang dibaca dari Al-Qur’an mendapatkan hak pahala kepada pembacanya
sepuluh kebaikan
d. Meriwayatkan
Al-Qur’an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya,
berlainan dengan Al-Hadits.
Hadits
Shahih
A. Definisi:
- Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits shahih adalah adalah
Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang
adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak
janggal.
- Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu adalah :
Hadits yang lafadznya selamat dari keburukan
susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Quran.
B. Syarat-Syarat Hadits Shahih:
Untuk bisa
dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria
berikut ini :
1. Rawinya
bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan
dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan
perkara mubah yang dapat menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah
satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
2. Sempurna
ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih
banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada
kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya
3. Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad
yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling
bertemu dan menerima langsung dari yang memberi hadits.
4. Hadits itu tidak
ber’illat (penyakit yang samar-samar yang dapat menodai
keshahihan suatu hadits)
5. Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan
antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.
C. Klasifikasi Hadits Shahih
1. Hadits Shahih li-dzatih yaitu hadits shahih yang memenuhi
syarat-syarat diatas.
Contoh :
Rasulullah
SAW bersabda,"Islam itu dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa
tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan
shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan berhajji.
2. Hadits Shahih li-ghairih yaitu hadits yang keadaan perawinya
kurang hafidz dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur hingga
karenya berderajat hasan, lalu didapati padanya jalan lain yang serupa atau
lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu.
Contoh :
Seandainya
aku tidak menyusahkan ummatku, pastilah aku perintahkan mereka untuk menggosok
gigi tiap akan shalat<(HR.
Bukhari, M
Hadits ini bila kita riwayatkan dari
Bukhari dan Muslim, menjadi hadits yang shahih dengan sendirinya. Karena
keduanya meriwayatkan dari jalan Al-A'raj bin Hurmuz (117 H) dari Abi Hurairah
ra. Isnad ini dengan jelas menetapkan keshahihan hadits.
Namun bila kita lihat lewat jalur
periwayatan At-Tirmizy, maka hadits ini statusnya menjadi shahih li ghairihi
(menjadi shahih karena ada hadits lainnya yang shahih). Berbeda dengan Bukhari
dan Muslim, At-Tirmizy meriwayatkan hadits ini lewat jalur Muhammad bin Amir
yang kurang kuat ingatannya. Lalu lewat jalur Abu Salamah dari Abu Hurairah ra.
Maka segala riwayatnya dianggap hasan saja. Namun karena ada riwayat yang
shahih dari jalur lain, maka jadilah hadits ini shahih li ghairihi.
D. Kedudukan Hadits Shahih
Sebenarnya
di dalam sebuah hadits yang berstatus shahih, masih ada level atau martabat
lagi. Ada yang tinggi nilai keshahihannya, ada yang menengah dan ada yang agak
rendah.
Semuanya
disebabkan oleh nilai kedhabitan (kekuatan ingatan) dan keadilan perawinya. Ada
sebagian perawi yang punya kekuatan ingatan yang melebihi perawi lainnya.
Demikian juga dari sisi 'adalah-nya, masing-masing punya nilai sendiri-sendiri.
Kalau kita
susun berdasarkan kriteria itu, maka kita bisa membuat daftar berdasarkan dari
yang nilai keshahihannya paling tinggi ke yang paling rendah.
1. Ashahhu’l-asanid
Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakan dengan istilah silsilatuz-zahab. Diantara yang mencapai level tertinggi adalah :
Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakan dengan istilah silsilatuz-zahab. Diantara yang mencapai level tertinggi adalah :
·
Az-Zuhri (Ibnu Syihab Al-Quraisi Al-Madani, seorang
tabi'i yang jalil) dari Salim bin Abdullah dari ayahnya (Abdullah bin Umar ra).
·
Muhammad bin Sirin dari Abidah bin Amr dari Ali bin Abi
Thalib ra.
·
Ibrahim an-Nakha'i dari 'Alqamah dari Ibnu Mas'ud ra.
Al-Bukhari mengatakan bahwa ashahhul
asanid adalah sanad dari Nafi' dari Ibnu Umar ra. Sedangkan Abu Bakar bin Abi
Syaibah mengatakan bahwa Ashahhul asanid adalah sanad Az-Zuhri dari Ali bin
Al-Nusain dari ayahnya (Al-Husain bin Ali).
2. Muttafaq-‘alaihi
Yaitu hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya oleh kedua imam hadits, Bukhary dan Muslim. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga oleh Muslim dengan riwayat yang satu dan mereka berdua sepakat menshahihkannya. Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadits yang berstatus muttafaq alaihi ini adalah 'Umdatul Ahkam karya Al-Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi (541-600H).
Yaitu hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya oleh kedua imam hadits, Bukhary dan Muslim. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga oleh Muslim dengan riwayat yang satu dan mereka berdua sepakat menshahihkannya. Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadits yang berstatus muttafaq alaihi ini adalah 'Umdatul Ahkam karya Al-Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi (541-600H).
3. Infrada bihi’l Bukhary
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
4. Infrada bihi’l Muslim
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhary tidak meriwayatkan.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhary tidak meriwayatkan.
5. Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim
Hadits Shahih yang tidak secara langsung dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, melainkan hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukhari-Muslim. Hadits dengan status seperti ini disebut dengan istilah Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim. Meski keduanya tidak meriwayatkan. Syarat-syaratnya yaitu rawi-rawi hadits yang dikemukakan terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhary atau Shahih Muslim.
Hadits Shahih yang tidak secara langsung dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, melainkan hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukhari-Muslim. Hadits dengan status seperti ini disebut dengan istilah Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim. Meski keduanya tidak meriwayatkan. Syarat-syaratnya yaitu rawi-rawi hadits yang dikemukakan terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhary atau Shahih Muslim.
Dikatakan demikian karena ada hadits
tertentu yang tidak terdapat di dalam kitab shahih Bukhari atau kitab Shahih
Muslim, namun memiliki perawi yang terdapat di dalam kedua kitab itu. Karena
perawinya diterima oleh Bukhari dan Muslim, maka meski hadits itu tidak
tercantum di dalam kedua kitab shahih, derajatnya dikatakan sebagai shahih
juga, namun dengan tambahan kata 'ala syarti albukari wa muslim.
6. Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Bukhary
Hadits Shahih yang menurut syarat Bukhary sedang beliau tidak meriwayatkannya.
Hadits Shahih yang menurut syarat Bukhary sedang beliau tidak meriwayatkannya.
7. Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Muslim
Hadits Shahih yang menurut syarat Muslim sedang beliau tidak meriwayatkannya.
Hadits Shahih yang menurut syarat Muslim sedang beliau tidak meriwayatkannya.
8. Hadits Shahih
lainnya yang tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim
Klasifikasi
Hadits Berdasarkan Jumlah Perawi
Dari sisi
jumlah perawinya, kita bisa membagi hadits menjadi dua besar. Pertama, hadits
mutawaitr. Kedua, hadits Ahad. Dan untuk lebih detailnya, silahkan baca rincian
berikut ini.
A. HADITS MUTAWATIR
1. Definisi: Yaitu suatu hadits hasil tanggapan
dari pancaindera yang diriwayatkan oleh oleh sejumlah besar rawi yang menurut
adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat berdusta.
2. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir
i.
Pemberitaan yang disampaikan oleh perawi harus berdasarkan tanggapan
pancainderanya sendiri
ii. Jumlah
perawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka
bersepakat dusta. Sebagian ulama menetapkan 20 orang berdasarkan firman Allah
dalam QS. Al-Anfal:65. Sebagian yang lain menetapkan sejunlah 40 orang
berdasarkan QS. Al-Anfal:64.
iii. Adanya
keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqah (lapisan) pertama dengan
jumlah perawi dalam lapisan berikutnya.
Karena
syaratnya yang sedemikian ketat, maka kemungkinan adanya hadits mutawatir ada
namun jumlahnya tidak banyak.
3. Klasifikasi hadits mutawatir
Terbagi
menjadi dua yakni Mutawatir Lafdhy dan Mutawatir ma’nawy. Hadits Mutawatir
Lafdhy adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang yang susunan redaksi
dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya (Hadits
yang mutawatir lafadznya)
Hadits
Mutawatir Ma’nawy adalah hadits mutawatir yang perawinya berlainan dalam
menyusun redaksi hadits, tetapi terdapat persamaan dalam maknanya. Atau menurut
definisi lain adalah kutipan sekian banyak orang yang menurut adapt kebiasaan
mustahil bersepakat dusta atas kejadian-kejadian yang berbeda-beda tetapi
bertemu pada titik persamaan.
4. Manfaat Hadits Mutawatir
Hadits
Mutawatir memberi manfaat ilmu dlarury yakni keharusan untuk menerimanya
bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadits mutawatir sehingga membawa
kepada keyakinan yang qath’I (pasti)
* * *
B. HADITS AHAD
1. Definisi : hadits yang tidak mencapai derajat
mutawatir
2. Klasifikasi Hadits Ahad
a. Hadits Masyhur yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
tiga orang atau lebih serta belum mencapai derajat mutawatir. Hadits Masyhur
terbagi menjadi tiga, yaitu masyhur dikalangan para muhadditsin dan
golongannya; masyhur dikalangan ahli-ahli ilmu tertentu dan masyhur dikalangan
orangn umum.
b. Hadits Aziz yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
dua orang walaupun dua orang rawi tersebut terdapar pada satu lapisan saja,
kemudian setelah itu orang-orang lain meriwayatkannya.
c. Hadits Gharib yaitu hadits yang dalam sanadnya
terdapat seorang (rawi) yang menyendiri dalam meriwayatkan dimana saja
penyendirian dalam sanad itu terjadi. Klasifikasi hadits Gharib:
1. Gharib mutlak (Fard), terjadi apabila penyendiriannya
disandarkan pada perawinya dan harus berpangkal pada tabiin bukan sahabat sebab
yang menjadi tujuan dalam penyendirian rawi ini adalah untuk menetapkan apakah
ia masih diterima periwayatannya atau ditolak sama sekali.
2. Gharib Nisby yaitu apabila penyendiriannya
mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi, misalnya:
- Tentang
sifat keadilan dan ketsiqahan rawi
- Tentang
kota atau tempat tinggal tertentu
- Tentang
meriwayatkannya dari rawi tertentu
Jika
penyendirian itu ditinjau dari segi letaknya (matan atau sanadkah), maka
terbagi menjadi:
1. Gharib
pada sanad dan matan
2. Gharib
pada sanadnya saja sedangkan matannya tidak
III. KETENTUAN UMUM HADITS AHAD
Pembagian
hadits Ahad menjadi Masyhur, Aziz dan Gharib tidaklah bertentangan dengan
pembagian hadits ahad kepada shahih, Hasan dan Dhaif. Sebab membagi nya dalam
tiga macam tersebut bukan bertujuan untuk menentukan makbul dan mardudnya suatu
hadits tetapi untuk mengetahui banyak atau sedikitnya sanad.
Sedangkan
membagi hadits Ahad menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif adalah untuk menentukan
dapat diterima atau ditolaknya suatu hadits. Maka hadits Masyhur dan Aziz,
masing-masing ada yang shahih, hasan dan dhaif dan tidak semua hadits gharib
itu dhaif walaupun hanya sedikit sekali.
Menurut
Imam Malik, sejelek-jeleknya ilmu Hadits adalah yang Gharib dan yang
sebaik-baiknya adalah yang jelas serta diperkenalkan oleh banyak orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar