Senin, 10 Agustus 2015

HADITS MACAMNYA



Hadits Dhaif
Definisi :
Hadits Dhaif yaitu hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits Shahih atau hadits Hasan.
Hadits Dhaif merupakan hadits Mardud yaitu hadits yang tidak diterima oleh para ulama hadits untuk dijadikan dasar hukum.
Alasan tertolaknya Hadits Dhaif:
1.     Adanya kekurangan pada rawinya baik tentang keadilan maupun hafalannya, sbb:

·         Dusta (Hadits maudlu)
·         Tertuduh dusta (Hadits matruk)
·         Fasik
·         Banyak salah
·         Lengah dalam menghafal
·         Banyak waham (prasangka) disebut hadits mu’allal
·         Menyalahi riwayat orang kepercayaan
·         Tidak diketahui identitasnya (Hadits Mubham)
·         Penganut Bid’ah (Hadits mardud)
·         Tidak baik hafalannya (Hadits Syadz dan mukhtalith)
2.     Sanadnya tidak bersambung
·         Kalau yang digugurkan sanad pertama disebut hadits mu’allaq
·         Kalau yang digugurkan sanad terakhir (sahabat) disebut hadits mursal
·         Kalau yang digugurkan itu dua orang rawi atau lebih berturut-turut disebut hadits mu’dlal
·         Jika tidak berturut-turut disebut hadits munqathi’
Hadits Dhaif yang disebabkan suatu sifat pada matan ialah hadits Mauquf dan Maqthu’ Oleh karenanya para ulama melarang menyampaikan hadits dhaif tanpa menjelaskan sanadnya. Adapun kalau dengan sanadnya, mereka tidak mengingkarinya.



Hadits Qudsi
Definisi :
Hadits Qudsy yaitu sesuatu yang dikhabarkan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham atau mimpi tersebut dengan ungkapan kata beliau.
Perbedaan Hadits Qudsy dengan Hadits Nabawi adalah biasanya Hadits Qudsy mengandung kalimat:
a. Qala (yaqalu) Allahu
b. Firma yarwihi ‘anillahi Tabaraka wa Ta’ala
c. Lafadz-lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas, setelah selesai penyebutan rawi yang menjadi sumber (pertama) yakni sahabat.

Perbedaan Hadits Qudsy dengan Al-Qur’an:
a. Semua lafadz (ayat-ayat) Al-Qur’an adalah mukjizat dan mutawatir sedangkan hadits Qudsy tidak
b. Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur’an tidak berlaku bagi Al-Hadits, seperti larangan menyentuhnya bagi yang sedang berhadats kecil larangan untuk membacanya bagi yang berhadats besar, sedangkan untuk Hadits Qudsy tidak berlaku demikian.
c. Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur’an mendapatkan hak pahala kepada pembacanya sepuluh kebaikan
d. Meriwayatkan Al-Qur’an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, berlainan dengan Al-Hadits.



Hadits Shahih
A. Definisi:
  • Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits shahih adalah adalah
Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.
  • Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu adalah :
Hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Quran.
B. Syarat-Syarat Hadits Shahih:
Untuk bisa dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini :
1.     Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan perkara mubah yang dapat menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
2.     Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya
3.     Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari yang memberi hadits.
4.     Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits)
5.     Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.
C. Klasifikasi Hadits Shahih
1.     Hadits Shahih li-dzatih yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat diatas.
Contoh :
Rasulullah SAW bersabda,"Islam itu dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan berhajji.
2.     Hadits Shahih li-ghairih yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur hingga karenya berderajat hasan, lalu didapati padanya jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu.
Contoh :

Seandainya aku tidak menyusahkan ummatku, pastilah aku perintahkan mereka untuk menggosok gigi tiap akan shalat<(HR. Bukhari, M
Hadits ini bila kita riwayatkan dari Bukhari dan Muslim, menjadi hadits yang shahih dengan sendirinya. Karena keduanya meriwayatkan dari jalan Al-A'raj bin Hurmuz (117 H) dari Abi Hurairah ra. Isnad ini dengan jelas menetapkan keshahihan hadits.
Namun bila kita lihat lewat jalur periwayatan At-Tirmizy, maka hadits ini statusnya menjadi shahih li ghairihi (menjadi shahih karena ada hadits lainnya yang shahih). Berbeda dengan Bukhari dan Muslim, At-Tirmizy meriwayatkan hadits ini lewat jalur Muhammad bin Amir yang kurang kuat ingatannya. Lalu lewat jalur Abu Salamah dari Abu Hurairah ra. Maka segala riwayatnya dianggap hasan saja. Namun karena ada riwayat yang shahih dari jalur lain, maka jadilah hadits ini shahih li ghairihi.
D. Kedudukan Hadits Shahih
Sebenarnya di dalam sebuah hadits yang berstatus shahih, masih ada level atau martabat lagi. Ada yang tinggi nilai keshahihannya, ada yang menengah dan ada yang agak rendah.
Semuanya disebabkan oleh nilai kedhabitan (kekuatan ingatan) dan keadilan perawinya. Ada sebagian perawi yang punya kekuatan ingatan yang melebihi perawi lainnya. Demikian juga dari sisi 'adalah-nya, masing-masing punya nilai sendiri-sendiri.
Kalau kita susun berdasarkan kriteria itu, maka kita bisa membuat daftar berdasarkan dari yang nilai keshahihannya paling tinggi ke yang paling rendah.
1.     Ashahhu’l-asanid
Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakan dengan istilah silsilatuz-zahab. Diantara yang mencapai level tertinggi adalah :
·         Az-Zuhri (Ibnu Syihab Al-Quraisi Al-Madani, seorang tabi'i yang jalil) dari Salim bin Abdullah dari ayahnya (Abdullah bin Umar ra).
·         Muhammad bin Sirin dari Abidah bin Amr dari Ali bin Abi Thalib ra.
·         Ibrahim an-Nakha'i dari 'Alqamah dari Ibnu Mas'ud ra.
Al-Bukhari mengatakan bahwa ashahhul asanid adalah sanad dari Nafi' dari Ibnu Umar ra. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah mengatakan bahwa Ashahhul asanid adalah sanad Az-Zuhri dari Ali bin Al-Nusain dari ayahnya (Al-Husain bin Ali).
2.     Muttafaq-‘alaihi
Yaitu hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya oleh kedua imam hadits, Bukhary dan Muslim. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga oleh Muslim dengan riwayat yang satu dan mereka berdua sepakat menshahihkannya. Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadits yang berstatus muttafaq alaihi ini adalah 'Umdatul Ahkam karya Al-Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi (541-600H).
3.     Infrada bihi’l Bukhary
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
4.     Infrada bihi’l Muslim
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhary tidak meriwayatkan.
5.     Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim
Hadits Shahih yang tidak secara langsung dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, melainkan hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukhari-Muslim. Hadits dengan status seperti ini disebut dengan istilah Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim. Meski keduanya tidak meriwayatkan. Syarat-syaratnya yaitu rawi-rawi hadits yang dikemukakan terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhary atau Shahih Muslim.
Dikatakan demikian karena ada hadits tertentu yang tidak terdapat di dalam kitab shahih Bukhari atau kitab Shahih Muslim, namun memiliki perawi yang terdapat di dalam kedua kitab itu. Karena perawinya diterima oleh Bukhari dan Muslim, maka meski hadits itu tidak tercantum di dalam kedua kitab shahih, derajatnya dikatakan sebagai shahih juga, namun dengan tambahan kata 'ala syarti albukari wa muslim.
6.     Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Bukhary
Hadits Shahih yang menurut syarat Bukhary sedang beliau tidak meriwayatkannya.
7.     Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Muslim
Hadits Shahih yang menurut syarat Muslim sedang beliau tidak meriwayatkannya.
8.     Hadits Shahih lainnya yang tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim



Klasifikasi Hadits Berdasarkan Jumlah Perawi

Dari sisi jumlah perawinya, kita bisa membagi hadits menjadi dua besar. Pertama, hadits mutawaitr. Kedua, hadits Ahad. Dan untuk lebih detailnya, silahkan baca rincian berikut ini.
A. HADITS MUTAWATIR
1. Definisi: Yaitu suatu hadits hasil tanggapan dari pancaindera yang diriwayatkan oleh oleh sejumlah besar rawi yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat berdusta.
2. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir
i. Pemberitaan yang disampaikan oleh perawi harus berdasarkan tanggapan pancainderanya sendiri
ii. Jumlah perawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat dusta. Sebagian ulama menetapkan 20 orang berdasarkan firman Allah dalam QS. Al-Anfal:65. Sebagian yang lain menetapkan sejunlah 40 orang berdasarkan QS. Al-Anfal:64.
iii. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqah (lapisan) pertama dengan jumlah perawi dalam lapisan berikutnya.
Karena syaratnya yang sedemikian ketat, maka kemungkinan adanya hadits mutawatir ada namun jumlahnya tidak banyak.
3. Klasifikasi hadits mutawatir
Terbagi menjadi dua yakni Mutawatir Lafdhy dan Mutawatir ma’nawy. Hadits Mutawatir Lafdhy adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya (Hadits yang mutawatir lafadznya)
Hadits Mutawatir Ma’nawy adalah hadits mutawatir yang perawinya berlainan dalam menyusun redaksi hadits, tetapi terdapat persamaan dalam maknanya. Atau menurut definisi lain adalah kutipan sekian banyak orang yang menurut adapt kebiasaan mustahil bersepakat dusta atas kejadian-kejadian yang berbeda-beda tetapi bertemu pada titik persamaan.
4. Manfaat Hadits Mutawatir
Hadits Mutawatir memberi manfaat ilmu dlarury yakni keharusan untuk menerimanya bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadits mutawatir sehingga membawa kepada keyakinan yang qath’I (pasti)
* * *
B. HADITS AHAD
1. Definisi : hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir
2. Klasifikasi Hadits Ahad
a. Hadits Masyhur yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih serta belum mencapai derajat mutawatir. Hadits Masyhur terbagi menjadi tiga, yaitu masyhur dikalangan para muhadditsin dan golongannya; masyhur dikalangan ahli-ahli ilmu tertentu dan masyhur dikalangan orangn umum.
b. Hadits Aziz yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang walaupun dua orang rawi tersebut terdapar pada satu lapisan saja, kemudian setelah itu orang-orang lain meriwayatkannya.
c. Hadits Gharib yaitu hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang (rawi) yang menyendiri dalam meriwayatkan dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi. Klasifikasi hadits Gharib:
1. Gharib mutlak (Fard), terjadi apabila penyendiriannya disandarkan pada perawinya dan harus berpangkal pada tabiin bukan sahabat sebab yang menjadi tujuan dalam penyendirian rawi ini adalah untuk menetapkan apakah ia masih diterima periwayatannya atau ditolak sama sekali.
2. Gharib Nisby yaitu apabila penyendiriannya mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi, misalnya:
- Tentang sifat keadilan dan ketsiqahan rawi
- Tentang kota atau tempat tinggal tertentu
- Tentang meriwayatkannya dari rawi tertentu
Jika penyendirian itu ditinjau dari segi letaknya (matan atau sanadkah), maka terbagi menjadi:
1. Gharib pada sanad dan matan
2. Gharib pada sanadnya saja sedangkan matannya tidak
III. KETENTUAN UMUM HADITS AHAD
Pembagian hadits Ahad menjadi Masyhur, Aziz dan Gharib tidaklah bertentangan dengan pembagian hadits ahad kepada shahih, Hasan dan Dhaif. Sebab membagi nya dalam tiga macam tersebut bukan bertujuan untuk menentukan makbul dan mardudnya suatu hadits tetapi untuk mengetahui banyak atau sedikitnya sanad.
Sedangkan membagi hadits Ahad menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif adalah untuk menentukan dapat diterima atau ditolaknya suatu hadits. Maka hadits Masyhur dan Aziz, masing-masing ada yang shahih, hasan dan dhaif dan tidak semua hadits gharib itu dhaif walaupun hanya sedikit sekali.
Menurut Imam Malik, sejelek-jeleknya ilmu Hadits adalah yang Gharib dan yang sebaik-baiknya adalah yang jelas serta diperkenalkan oleh banyak orang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar