Ilmu
Mushthalah Hadits
Pengertian Ilmu Mushthalah Hadits dan Objeknya
Menurut
Syamsudin At-Tabrizy dalam kitab “Syahru’d-Di-baji’l-Mudzahhab terbagi menjadi
dua yaitu:
A. Ilmu Hadits
Yaitu Ilmu
pengetahuan tentang sabda, perbuatan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk
jasmaniah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam beserta sanad-sanad
(dasar-dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan
keshahihannya, kehasanannya dan kedhaifannya daripad lainnya, baik matan maupun
sanadnya.
B Ilmu Ushuli’l-Hadits
Yaitu suatu
ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan, kehasanan dan
kedhaifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan dengan yang lainnya.
Menurut
kebanyakan ulama, ilmu hadits pada garis besarnya terbagi dua, yaitu:
1. Ilmu hadits Riwayah
Yaitu suatu
ilmu pengetahuan untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan
pembukuan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa
Sallam baik berupa perkataan, perbuatan, ikrar maupun lain sebagainya. Manfaatnya
adalah untuk menghindari salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam. Perintisnya adalah Muhammad bin Syihab
Az-Zuhry yang wafat pada 124 H.
2. Ilmu hadits Dirayah (Ilmu Mushthalahu’l-Hadits)
Yaitu Undang-undang
(kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan
menyampaikan Al-Hadits, sifat-sifat Rawi dan lain sebagainya. Obyek ilmu hadits
dirayah adalah meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan
matannya). Manfaatnya adalah untuk menetapkan makbul (dapat diterima) atau
mardudnya(tertolaknya) suatu hadits dan selanjutnya untuk diamalkan bagi yang
makbul dan ditinggalkan bagi yang mardud. Perintisnya adalah Al-Qadli Abu
Muhammad Ar-Ramahhurmuzy (wafat 360H) dengan kitabnya Al-Muhadditsu’l-Fashil.
C. Cabang-cabang Ilmu Mushthalahu’l-Hadits
C-1. Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad:
a. Ilmu Rijali’l-Hadits
Ilmu yang
membahas tentang para perawi hadis, baik dari sahabat, tabi'in, maupun dari
angkatan sesudahnya ."
Dengan ilmu
ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi menerima hadis dari Rasulullah
dan keadaan para perawi yang menerima hadis dari sahabat dan seterusnya. Di
dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mazhab
yang dipegang oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu dalam
menerima hadis.
Sungguh
penting sekali ilmu ini dipelajari dengan seksama, karena hadis itu terdiri
dari sanad dan matan. Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanad merupakan
separuh dari pengetahuan. Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak
ragamnya. Ada yang hanya menerangkan riwayat-riwayat ringkas dari para sahabat
saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat umum para perawi-perawi, Ada yang
menerangkan perawi-perawi yang dipercayai saja, Ada yang menerangkan
riwayat-riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para
pemuat hadis maudu'. Dan ada yang menerangkan sebab-sebab dianggap cacat dan
sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata -kata yang dipakai untuk itu
serta martabat perkataan.
Ada yang
menerangkan nama-nama yang serupa tulisan berlainan sebutan yang di dalam ilmu
hadis disebut Mu'talif dan Mukhtalif. Dan ada yang menerangkan nama-nama perawi
yang sama namanya, lain orangnya, Umpamanya Khalil ibnu Ahmad. Nama ini banyak
orangnya. lni dinamai Muttafiq dan Muftariq. Dan ada yang menerangkan nama-
nama yang serupa tulisan dan sebutan, tetapi berlainan keturunan dalam sebutan,
sedang dalam tulisan serupa. Seumpama Muhammad ibnu Aqil dan Muhammad ibnu
Uqail. Ini dinamai Musytabah. Dan ada juga yang hanya menyebut tanggal wafat.
Di samping
itu ada pula yang hanya menerangkan nama-nama yang terdapat dalam satu-satu
kitab saja, atau: beberapa kitab saja. Dalam semua itu para ulama telah berjerih
payah menyusun kitab-kitab yang dihajati.
Kitab yang diriwayatkan keadaan para perawi dari
golongan sahabat "
Permulaan
ulama yang menyusun kitab riwayat ringkas para sahabat, ialah Al-Bukhari (256
H). Kemudian usaha itu dilaksanakan oleh Muhammad Ibnu Saad, sesudah itu
terdapat beberapa ahli lagi, di antaranya, yang penting diterangkan ialah Ibnu
Abdil Barr (463 H). Kitabnya bernama AI-Istiab.
Pada
permulaan abad ketujuh Hijrah, Izzuddin ibnul Atsir (630 H) mengumpulkan
kitab-kitab yang telah disusun sebelum masanya dalam sebuah kitab besar yang
dinamai Usdul Gabah. Ibnu Atsir ini adalah saudara dari Majdudin Ibnu Atsir
pengarang An-Nihayah fi GaribiI Hadis. Kitab Izzuddin diperbaiki oleh
Ai-Dzahabi (747 H) dalam kitab At-Tajrid.
Sesudah itu
pada abad kesembilan Hijrah, Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqali menyusun kitabnya
yang terkenal dengan nama AI-Ishabah. Dalam kitab ini dikumpulkan Al-Istiab
dengan Usdul Gabah dan ditambah dengan yang tidak terdapat dalam kitab-kitab
tersebut. Kitab ini telah diringkaskan oleh As-Sayuti dalam kitab Ainul
Ishabah.
Al-Bukhori
dan muslim telah, menulis juga kitab yang menerangkan nama-nama sahabi yang
hanya meriwayatkan suatu hadis saja yang dinamai Wuzdan.
Kemudian,
dalam bab ini Yahya ibnu abdul Wahab ibnu Mandah Al-Asbahani (551 H) menulis
sebuah kitab yang menerangkan nama-nama sahabat yang hidup 120 tahun.
b. Ilmu Thabaqati’r-Ruwah
c. Ilmu Tarikh Rijali’l-Hadits
d. Ilmu Jarh wa Ta’dil
Ilmu Jarhi
Wat Takdir, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari ilmu rijalil hadis.
Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka ilmu ini
dijadikan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi
wat takdil ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada
para perawi dan tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan
memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu.
"
Mencacat
para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang tidak baik, agar orang tidak
terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh sejak zaman sahabat.
Menurut
keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab AI-Kamil, para ahli telah
menyebutkan keadaan-keadaan para perawi sejak zaman sahabat. Di antara para
sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi hadis ialah Ibnu Abbas (68 H),
Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).
Di antara
tabi'in ialah Asy Syabi(103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94
H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai abad
kedua Hijrah baru ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu
adakalanya karena meng-irsal-kan hadis, adakalanya karena me- rafa-kan ltadis
yang sebenarnya mauquf dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak
disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari (143 H).
Sesudah
berakhir masa tabi'in, yaitu pada kira-kira tahun 150 Hijrah, para ahli mulai
menyebutkan keadaan-keadaan perawi, menakdil dan menajrihkan mereka. Di antara
ulama besar yang memberikan perhatian pada urusan ini, ialah Yahya. ibnu Said
Al-Qattan (189H), Abdur Rachman ibnu Mahdi (198 H)", sesudah itu, Yazid
Ibnu Harun(189 H), Abu Daud At-Tahyalisi (204 H), Abdur Razaq bin Human (211
H).Sesudah itu, barulah para ahli menyusun kitab-kitab jarah dan takdil. Di
dalamnya diterangkan keadaan para perawi, yang boleh diterima riwayatnya dan
yang ditolak.
Di antara
pemuka-pemuka jarah dan takdil ialah Yahya ibnu Main (233 H), Ahmad ibnu Hanbal
(241 H), MUhammad ibnu Saad (230 H),Ali Ibnul Madini (234 H), Abu Bakar ibnu
Syaibah (235 H), Ishaq ibnu Rahawaih (237 H). Sesudah itu, Ad-Darimi (255
H),Al-Bukhari (256 H), Al-Ajali(261 H), Muslim (251 H), Abu Zurah (264 H), Baqi
ibnu Makhlad (276 H), Abu Zurah Ad-Dimasyqi (281 H).
Kemudian
pada tiap-tiap masa terdapat ulama-ulama yang memperhatikan keadaan perawi,
hingga sampai pada ibnu Hajar Asqalani (852 H).
Kitab-kitab
yang disusun mengenai jarah dan taqdil, ada beberapa macam. Ada yang
menerangkan orang-orang yang dipercayai saja, ada yang menerangkan orang-orang
yang lemah saja, atau orang-orang yang menadlieskan hadis. dan ada pula yang
melengkapi semuanya. Di samping itu, ada yang menerangkan perawi-perawi suatu
kitab saja atau beberapa kitab dan ada yang melengkapi segala kitab.
Di antara
kitab yang melengkapi semua itu ialah: Kitab Tabaqat Muhammad ibnu Saad
Az-Zuhri Al-Basari (23Q H). Kitab ini sangat besar. Di dalamnya terdapat
nama-nama sahabat nama-nama tabi'in dan orang-orang sesudahnya. Kemudian
berusaha pula beberapa ulama besar lain, di antaranya Ali ibnul Madini(234 H),
Al-Bukhari, Muslim; Al-Hariwi (301 H) dan ibnu Hatim (327 H). Dan yang sangat
berguna bagi ahli hadis dan fiqih ialah At-Takmil susunan Al-Imam ibnu Katsir.
Diantara
kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang dapat dipercayai saja ialah Kitab
As-Siqat, karangan Al-Ajaly (261 H) dan kitab As-Siqat karangan Abu Hatim ibnu
Hibban Al-Busty. Masuk dalam bagian ini adalah kitab-kitab yang menerangkan
tingkatan penghapal-penghapal hadis. Banyak pula ulama yang menyusun kitab ini,
di antaranya, Az-Zahabi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan As-Sayuti.
Diantara
kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang lemah-lemah saja ialah: Kitab
Ad-Duafa, karangan Al-Bukhari dan kitab Ad- Duafa karangan ibnul Jauzi (587 H)
C-2. Cabang-cabang yang berpangkal pada matan
a. Ilmu Gharibi’l-Hadits
b. Ilmu Nasikh wa Mansukh
c. Ilmu Talfiqi’l-Hadits
C-3. Cabang yang berpangkal pada sanad dan matan
yaitu Ilmu ‘Ilali’l-Hadits
Ilmu Illial
Hadis, ialah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata,
yang dapat mencacatkan hadis.
Yakni menyambung
yang munqati, merafakan yang mauqu memasukkan satu hadis ke dalam hadis yang
lain dan yang serupa itu Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan
kesahihan hadis.
Ilmu ini
merupakan semulia-mulia ilmu yang berpautan dengan hadis, dan sehalus-halusnya.
Tak dapat diketahui penyakit-penyakit hadis melainkan oleh ulama yang mempunyai
pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai
malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan hadis.
Di antara
para ulama yang menulis ilmu ini, ialah Ibnul Madini (23 H), Ibnu Abi Hatim
(327 H), kitab beliau sangat baik dan dinamai Kitab Illial Hadis. Selain itu,
ulama yang menulis kitab ini adalah AI-lmam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357
H) dan Muhammad ibnu Abdillah AI-Hakim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar