WALA' DAN BARA'
DALAM ISLAM
] Indonesia [
الولاء والبراء في الإسلام
SHALIH BIN FAUZAN ALFAUZAN
صالح
بن فوزان الفوزان
Penerjemah : TEAM AKAFA PRESS
ترجمة: لجنة الأكفاء
Murajaah
: MUNIR FUADI RIDWAN,
MA
DR.MUH.MU’INUDINILLAH BASRI, MA
FIR'ADI NASRUDDIN ABDULLAH,
LC
ERWANDI TARMIZI
Maktab
Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah
المكتب
التعاوني للدعوة وتوعية الجاليات بالربوة بمدينة الرياض
1428 – 2007
DAFTAR ISI
HAL
|
MATERI
|
NO
|
3
|
Daftar Isi…………………………
|
1
|
4
|
Mukadimah ……………………
|
2
|
11
|
Fenomena yang tampak dari sikap
wala' terhadap orang kafir
|
3
|
28
|
Fenomena yang tampak dari sikap
wala' terhadap kaum muslimin
|
4
|
39
|
Hal yang perlu diperhatikan
|
5
|
44
|
Pembagian manusia dalam masalah
wala' dan bara'………
Mukadimah
Segala
puji bagi Allah U,
shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad r
beserta keluarganya, sahabat dan orang-orang yang menempuh jalan dengan
petunjuknya.
Setelah
cinta kepada Allah U
dan Rasul-Nya r,
maka wajib bagi setiap muslim untuk mencintai para wali-wali Allah dan membenci
musuh-musuh-Nya.
Termasuk
dari dasar-dasar aqidah Islam, bahwa setiap muslim yang beragama Islam lagi
bertauhid wajib untuk:
-
Berwala’ (sikap setia, loyal) terhadap
orang-orang yang beraqidah Islam dan memusuhi orang-orang yang menentangnya.
-
Mencintai orang yang bertauhid yang
mengikhlaskan ibadahnya untuk Allah.
-
Membenci orang-orang musyrik yang memusuhi
akidah tersebut.
Hal
ini juga termasuk bagian dari millah (agama) Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
dan orang-orang yang mengikutinya, yang kita diperintahkan untuk meneladani
mereka, sebagaimana firman Allah U
:
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang
baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka
berkata kepada kaum mereka : ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan
dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah
nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai
kamu beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya:
"Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tidak dapat
menolak sesuatu dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata) :"Ya
Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah
kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali." (Q.S; Al-Mumtahanah: 4).
Juga
termasuk dari ajaran agama Muhammad r,
Allah U berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-peminpinmu,
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”(Q.S; Al-Maidah: 51).
Ayat
ini khusus berkenaan tentang haramnya berwala’ terhadap ahli kitab.
Demikian
pula haram hukumnya menjadikan orang kafir secara umum sebagai pemimpin,
sebagaimana firman AllahU
:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku
dan musuhmu menjadi teman-teman setia (pemimpin)." (Q.S; Al-Mumtahanah: 1).
Lebih
tegas Allah mengharamkan orang mu’min menjadikan orang kafir sebagai pemimpin
dan teman setia, sekalipun mereka adalah anggota keluarganya yang terdekat.
AllahU berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika
mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa diantara kamu yang
menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.” (Q.S; At-Taubah : 23).
Dan
Allah U
berfirman :
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak, atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka.”(Q.S; Al-Mujadalah : 22).
Tapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui pokok agama yang agung ini, hingga suatu
ketika saya pernah mendengar ada orang yang mengaku sebagai ahli ilmu dan juru
dakwah mengatakan dalam sebuah siaran berbahasa arab bahwa: orang-orang nasrani
itu sesungguhnya adalah saudara-saudara kita. Subhanallah, alangkah bahayanya
pernyataan ini.
Sebagaimana
Allah U
telah mengharamkan wala’ terhadap kaum kafir, musuh-musuh aqidah Islam,
sebaliknya Allah U
mewajibkan berwala’ terhadap kaum muslimin dan mencintai mereka.
Allah U
berfirman :
“Sesunggunhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya
mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama)
Allah itulah yang pasti menang.”(Q.S;
Al-Maidah :55-56).
Allah
U
berfirman :
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama
mereka.” Q.S: Al-Fath :29 ).
Allah U berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara…”
(Q.S; Al-Hujurat :10).
Oleh
karena itu orang-orang yang beriman adalah saudara seagama dan seaqidah,
walaupun jauh nasabnya (keturunannya), negaranya maupun zamannya.
Allah
U berfirman :
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshar) mereka berdo’a : "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Q.S; Al- Hasyr: 10).
Oleh
karena itu kaum muslimin sejak mereka diciptakan sampai akhir nanti, meskipun
tanah airnya berjauhan dan masanya tidak berdekatan, mereka adalah bersaudara
dan saling mencintai. Orang-orang yang datang berikutnya meneladani orang-orang
yang sebelum mereka, mereka saling mendo’akan dan saling memintakan ampunan
antar sesama mereka.
Wala’
dan bara’ itu memiliki fenomena yang nyata, yang menunjukkan keberadaannya.
1
Beberapa Fenomena Yang Tampak Dari Sikap Wala'
Terhadap Orang Kafir
1. Menyerupai mereka dalam tata cara berpakaian, berbicara dan
sebagainya.
Karena
menyerupai orang kafir dalam berpakaian, berbicara dan lain sebagainya
menunjukkan suatu kecintaan terhadap mereka yang diserupainya. Oleh karena itu
Rasulullah r
bersabda:
(( مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ ))
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia
adalah bagian dari mereka.”
Oleh
karena itu diharamkan menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri
khas mereka, baik berupa tradisi atau adat istiadat, ibadah, simbol dan akhlak
mereka, seperti mencukur janggut, memanjangkan kumis, berbicara dengan bahasa
mereka kecuali dalam keadaan terpaksa, demikian pula dengan mode mereka dalam
berpakaian, makan, minum, dan lain sebagainya.
2. Bermukim di negeri kafir dan tidak mau berpindah (hijrah) ke negeri
kaum muslimin demi menyelamatkan agamanya.
Hijrah
dalam pengertian dan dengan tujuan di atas hukumnya wajib. Karena seorang
muslim yang bermukim di negeri kafir menunjukkan kecintaannya terhadap orang
kafir. Dari sinilah Allah U
mengharamkan orang muslim untuk tinggal di tengah-tengah orang kafir bila dia
mampu untuk melakukan hijrah.
Allah
U
berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan
bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang
tertindas di negeri (Makkah)". Para malaikat berkata,"Bukankah bumi
Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang
itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki, atau wanita, ataupun anak-anak
yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).
Mereka itu mudah-mudahan Allah mema'afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema'af
lagi Maha Pengampun.”(Q.S; An-Nisa’ : 97-99).
Allah
U
tidak menerima alasan menetap di negeri kafir kecuali orang-orang lemah yang
tidak mampu untuk hijrah, demikian pula orang yang tetap tinggal di negeri
kafir dengan alasan kemaslahatan agama, seperti; dakwah ke jalan Allah dan
menyebarkan Islam di negeri tersebut.
3. Bepergian ke negeri kafir dengan tujuan wisata dan
bersenang-senang.
Hal yang demikian haram hukumnya kecuali untuk hal yang sangat
diperlukan, seperti berobat, berdagang, studi tentang sesuatu yang bermanfaat
yang tidak bisa tercapai kecuali dengan mengadakan perjalanan ke negeri mereka,
maka hal itu diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah
terpenuhi, ia wajib kembali ke negeri islam.
Dan
diperbolehkannya mengadakan perjalanan semacam ini, dengan ketentuan ia mampu
menampakkan agamanya, bangga dengan ke-Islamannya, menjauhi tempat-tempat
kejahatan, waspada terhadap makar musuh-musuhnya dan tipu daya mereka.
Dan
diperbolehkan juga bepergian atau bahkan wajib pergi ke negeri kafir, apabila
dimaksudkan untuk berdakwah ke jalan Allah dan menyebarkan Islam.
4. Membantu orang kafir dan menolong mereka dalam usaha melawan kaum
muslimin, mengirim bantuan dan melindungi mereka.
Ini
termasuk hal yang membatalkan ke-Islaman dan menyebabkan seseorang menjadi
murtad. Kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.
5. Mengangkat orang kafir sebagai orang kepercayaan atau penasihat
pada suatu jabatan yang menyangkut kemaslahatan umat islam
Allah U
berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena)
mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai
apa yang menyusahkan kamu, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi, sungguh telah kami terangkan
kepadamu ayat-ayat Kami, jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai
mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu dan kamu beriman kepada kitab-kitab
semuanya, apabila mereka menjumpai kamu mereka berkata, "Kami beriman".
Dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari lantaran marah
bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah kepada mereka : "Matilah kamu
karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.
Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu
mendapat bencana mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa,
niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.
Sesungguhnya Allah Mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (Q.S; Ali Imran :118-120).
Ayat-ayat
yang mulia ini mengungkapkan hakikat orang kafir dan apa yang mereka
sembunyikan dari kaum muslimin, yaitu; berupa kebencian dan siasat untuk
melawan kaum muslimin, seperti; tipu daya dan pengkhianatan. Dan ayat ini, juga
mengungkapkan tentang kegembiraan mereka bila kaum muslimin ditimpa musibah.
Dengan berbagai cara mereka menyakiti umat Islam. Mereka memanfaatkan
kepercayaan umat Islam terhadap mereka untuk menyusun rencana yang membahayakan
dan mengancam Islam.
Imam
Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu 'anhu, dia
berkata kepada Umar radhiallahu ‘anhu, “Saya memiliki juru tulis yang beragama
nasrani.” Umar berkata : “Mengapa kamu berbuat demikian? Celakalah engkau.
Tidakkah engkau mendengar Allah U
berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimin-pemimpinmu, sebahagian
mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.”(Q.S; Al-Maidah: 51).
Kenapa
engkau tidak mengangkat seorang muslim menjadi juru tulismu?” Abu Musa
menjawab,“Wahai Amirul mu'minin, saya hanya membutuhkan tulisannya, adapun
urusan agama, terserah dia”. Umar berkata,“Saya tidak akan memuliakan mereka
karena Allah telah menghinakan mereka, saya tidak akan mengangkat derajat
mereka karena Allah telah merendahkan mereka dan saya tidak akan mendekatkan
mereka karena Allah telah menjauhkan mereka.”
Imam
Ahmad dan Muslim meriwayatkan, bahwasanya Nabi r keluar menuju Badar. Tiba-tiba seorang musyrik menguntitnya dan
berhasil menyusul beliau ketika sampai di Herat,
lalu dia berkata, “Sesungguhnya aku ingin mengikutimu dan ikut ambil bagian
dalam perang ini.” Nabi r bersabda, “Apkah engkau telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?”
dia berkata, “Tidak!” Beliau bersabda,
“Kembalilah, karena saya tidak butuh bantuan orang musyrik.”
Dari
nash-nash di atas jelaslah bagi kita tentang haramnya mengangkat orang kafir
menduduki jabatan penting yang menyangkut kemaslahatan umat islam, karena jabatan
tersebut dapat mereka manfaatkan untuk mengetahui kelemahan dan menyingkap
rahasia-rahasia umat islam, yang pada gilirannya mereka mampu membuat sebuah
makar yang membahayakan umat.
Namun
ironi sekali karena hal ini banyak terjadi pula di negeri kaum muslimin,
sebagai contoh; negeri Haramain Syarifain (Arab Saudi) banyak merekrut orang
kafir sebagai pekerja, sopir, pelayan, dan pembantu di rumah-rumah, mereka
bergaul bersama keluarga muslim atau membaur dengan kaum muslimin di negeri
islam.
6. Menggunakan penanggalan orang kafir, terutama penanggalan yang
mencantumkan hari besar keagamaan dan hari raya mereka, seperti penanggalan
masehi.
Penanggalan
masehi dibuat untuk memperingati
kelahiran Al-masih ‘alaihis salam, penanggalan tersebut mereka ada-adakan sendiri,
tanpa ada perintah dari Al-Masih (Nabi Isa ‘alaihis salam). Karena itu
menggunakan penanggalan ini berarti ikut berperan dalam menghidupkan syi’ar dan
hari raya mereka.
Hendaknya
kita menghindari masalah ini, karena para sahabat radhiallahu ‘anhum pun
berpaling dari penanggalan orang-orang kafir, dan mereka membuat kalender
khusus yang dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi r
pada masa khalifah Umar radhiallahu ‘anhu. Hal tersebut menunjukkan wajibnya
menyelisihi kaum kuffar dalam masalah ini dan dalam ciri-ciri khas mereka.
Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita.
7. Ikut berpartisipasi pada hari raya mereka, atau membantu mereka
menyelenggarakannya, atau memberikan ucapan selamat kepada mereka dalam rangka
hari tersebut, atau menghadiri upacara perayaannya.
Allah
U
berfirman:
“Dan orang-orang yang tidak memberikan
kesaksian palsu.” (Q.S; Al-Furqan : 72).
Ayat
di ataas ditafsirkan oleh para ulama bahwa diantara sifat-sifat hamba
Ar-Rahman, adalah mereka tidak menghadiri acara-acara hari raya yang diadakan
oleh orang kafir.
8. Memuji dan membanggakan
budaya dan peradaban orang kafir, kagum dengan etika dan kemajuan
teknologi mereka tanpa memperhatikan aqidah mereka yang keliru dan agama mereka
yang rancu.
Allah
U
berfirman :
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu
kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai
bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya, dan karunia Tuhan kamu
adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Q.S;
Thaha : 131).
Ini
bukan berarti orang Islam tidak boleh mencari tahu tentang sebab-sebab kekuatan
mereka, seperti kemajuan teknologi, teknik militer dan keberhasilan ekonomi
mereka, bahkan hal ini justru dituntut dan dibutuhkan.
Allah
U
berfirman :
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.”(QS. Al-Anfal :60).
Pada
dasarnya penemuan-penemuan yang berguna dan rahasia-rahasia alam semesta adalah
milik umat islam.
Allah
U
berfirman:
“Katakanlah,"‘Siapakah yang mengharamkan
perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkanNya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa
pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik?" Katakanlah : ‘Semuanya itu
disediakan bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat’.” (Q.S;
Al-A’raf : 32).
Firman
Allah U :
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-banar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS.
Al-Jatsiyah : 13).
Firman
Allah U
:
“Dialah
Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Q.S; Al-Baqarah : 29).
Oleh
karena itu kaum muslimin wajib saling berlomba dalam usaha memperoleh berbagai
teknologi dan sumber daya alam yang ada, jangan sampai orang kafir yang
menikmatinya. Bahkan seyogyanya mereka mampu memiliki berbagai industri dan
menciptakan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan.
9. Memberi nama dengan nama orang kafir.
Banyak
diantara kaum muslimin yang memberi nama anak-anaknya, baik laki-laki maupun
perempuan dengan nama-nama asing dan meninggalkan nama bapaknya, ibunya,
kakeknya, neneknya, dan nama-nama yang dikenal di masyarakatnya. Padahal Nabi r
bersabda :
(( خَيْرُ اْلأَسْمَاءِ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ ))
“Sebaik-baik nama adalah Abdullah dan
Abdurrahman.”
Perubahan
nama-nama tersebut mengakibatkan munculnya suatu generasi yang membawa
identitas baru, selanjutnya menyebabkan hubungan antara generasi ini dengan
generasi sebelumnya terputus. Juga menghapus identitas nama keluarga tertentu
yang biasa dikenal dengan nama-nama khas mereka.
10.
Berdo’a
memohonkan ampunan bagi mereka dan bersikap kasih sayang terhadap mereka.
Allah
U
telah mengharamkan hal demikian dalam firman-Nya :
“Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang
yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun
orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka
bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (Q.S; At-Taubah : 113).
Karena
memohonkan ampun bagi mereka berarti mencintai mereka dan mengakui keberan
agama mereka.
11.
Hukum meminta
bantuan orang kafir dalam suatu pekerjaan, peperangan dan lain-lain .
a. Meminta bantuan orang kafir dalam suatu pekerjaan
Allah
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi
teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi…"
(Q.S: Ali Imran: 118 )
Al-
Baghawi rahimahullah berkata," Maksud firman Allah:
"janganlah
kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar
kalanganmu".
Yaitu:
mengangkat orang diluar agamamu untuk menjadi orang kepercayaanmu, kemudian
Allah menjelaskan alasan larangan mengangkat orang tersebut untuk menjadi orang
kepercayaan dengan firman-Nya:
"mereka
tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu".
Syaikh
al-Islam Ibnu Taimiyah berkata," Para
ahli tahu benar bahwa orang-orang Yahudi, Nasrani dan Munafik yang hidup di
bawah naungan daulah islam selalu menyampaikan berita dan rahasia umat islam
kepada kaumnya yang berada diluar daulah islam, seperti yang diungkapkan oleh
sebuah bait syair yang masyhur:
Setiap permusuhan, dapat diharapkan
bersemainya rasa cinta
Kecuali
permusuhan yang dikarenakan beda agama
Karena
alasan diatas dan alasan lainnya, umat islam dilarang mengangkat orang kafir
untuk menduduki suatu jabatan yang berhubungan langsung dengan hajat umat
islam, sesungguhnya mengangkat orang islam yang kemampuannya berada di bawah
orang kafir untuk menduduki suatu jabatan lebih bermanfaat untuk umat islam itu
sendiri, baik ditinjau dari sudut agama maupun dunia, sedikit, tetapi halal
lebih diberkahi daripada banyak tetapi haram, karena Allah mencabut keberkahan
dari sesuatu yang haram." Lihat: Majmu` Al-Fatawa, jilid: 28, hal:
646.
Dari
uraian di atas dapat kita pahami bahwa:
1.
Tidak dibolehkan
mengangkat orang kafir untuk menduduki suatu jabatan yang berhubungan langsung
dengan hajat dan rahasia umat islam, seperti; jabatan menteri, penasehat kepala
Negara atau pegawai di sebuah instansi pemerintahan Islam.
Allah
berfirman:
"… janganlah
kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu
(karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu…"
2.
Dibolehkan
mempekerjakan orang kafir dibidang yang tidak penting, yang tidak membahayakan
kebijakan daulah islam, seperti; pemandu jalan, perbaikan jalan dan pembangunan
gedung, dengan syarat bahwa tidak ada orang islam yang layak melakukan
pekerjaan tersebut. Karena sesungguhnya Nabi shallahu`alaihi wa sallam dan Abu
Bakar menyewa seorang musyrik dari bani Dayil sebagai pemandu jalan mereka di
saat melakukan hijrah ke Madinah.
b.
Meminta bantuan
orang kafir dalam peperangan.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini,
pendapat yang kuat mengatakan bolehnya meminta bantuan orang kafir dalam
peperangan bila dibutuhkan, dengan syarat orang kafir yang diminta bantuan
tersebut dapat dipercaya.
Ibnu
Al Qayyim berkata, " Diantara pelajaran yang dapat diambil dari perjanjian
Hudaibiyah; boleh meminta bantuan orang musyrik yang dapat dipercaya dalam
jihad, jika diperlukan, gunanya; orang ini bisa dimanfaatkan sebagai mata-mata
untuk mencuri berita dari musuh tanpa ada kecurigaan."
Juga dibolehkan dalam keadaan darurat, seperti
hadist yang diriwayatkan oleh Zuhri bahwa Nabi shallahu`alaihi wa sallam
meminta bantuan orang-orang Yahudi pada perang Khaibar di tahun ketujuh
Hijriyah, Shafwan ikut dalam perang Hunain, di saat itu ia belum masuk islam,
contoh darurat; jumlah orang kafir jauh lebih banyak dan dengan perlengkapan
yang menakutkan, dengan syarat, orang kafir tersebut benar-benar berpihak
kepada umat islam.
Bila tidak dibutuhkan, maka tidak boleh meminta
bantuan mereka, karena bagaimanapun juga orang kafir tetap memendam makar dan
kejahatan, karena busuknya hati mereka.
2
Beberapa Fenomena Yang Tampak Dari Sikap Wala' Terhadap Kaum
Muslimin
1. Hijrah ke negeri kaum muslimin dan
meninggalkan negeri kaum kafir.
Hijrah adalah berpindah dari negeri kafir ke negeri muslim dengan
maksud untuk menyelamatkan agama. Hijrah dengan pengertian dan tujuan seperti
ini adalah wajib dan tetap ada sampai matahati terbit dari barat pada saat
datangnya hari kiamat. Nabi r
berlepas diri dari setiap muslim yang menetap di tengah-tengah kaum musyrikin,
oleh karena itu diharamkan atas setiap muslim menetap di negeri kaum kafir,
kecualli bila dia tidak mampu hijrah meninggalkan tanah air orang kafir atau
keberadaannya di sana membawa manfaat bagi agama, seperti untuk berda’wah ke
jalan Allah dan menyebarkan Islam.
Allah
U
berfirman :
“Sesungguhnya
orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan
bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab : "Adalah kami orang-orang yang
tertindas di negeri (Makkah)". Para malaikat
berkata : "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di
bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki,
atau wanita, ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak
mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu mudah-mudahan Allah mema'afkannya.
Dan adalah Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”
(Q.S; An-Nisa’ : 97-99).
2.
Berusaha menolong
dan membantu kaum muslimin dengan jiwa, harta dan lisan, dalam segala hal yang
mereka butuhkan, baik dalam urusan agama maupun dunia.
Allah
U
berfirman :
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.”
(Q.S; At-Taubah :71).
“(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan
kepadamu dalam (urusan) pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan
kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka.” (Q.S; Al-Anfal : 72).
3. Turut merasakan sakit yang mereka rasakan dan
ikut bergembira dengan kegembiraan mereka.
Nabi r bersabda :
(( مَثَلُ
الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ تَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَالْجَسَدِ
الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ ))
“Perumpamaan kaum muslimin di dalam kasih
sanyangnya, belas kasihnya dan sayang-menyayanginya bagaikan satu tubuh,
apabila satu bagian tubuh merasa sakit (menderita) maka seluruh tubuh menjadi
demam dan tidak bisa tidur karenanya.”
Nabi
r
bersabda :
((
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضَهُ بَعْضًا وَشَبَكَ
بَيْنَ أَصَابِعِهِ صلى الله عليه وسلم ))
“Seorang mukmin yang satu dengan mukmin yang
lainnya bagaikan bangunan yang kuat, menguatkan sebagian yang satu atas
sebahagian yang lainnya.” Dan Nabi r merapatkan jari-jarinya (memberi perumpamaan).
4. Memberikan nasehat kepada mereka, menyukai
kebaikan bagi mereka, tidak berkhianat dan tidak menipunya.
Nabi
r
bersabda :
(( لاَ
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ))
“Tidak beriman salah seorang diantara kamu
hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(( الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَحْقِرُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَسْلِمُهُ، بِحَسْبِ
امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمِ ، كُلُّ مُسْلِمٍ
حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ ))
“Orang muslim adalah saudara muslim yang lain,
tidak mengolok-oloknya, tidak merendahkannya dan tidak pula menyerahkanya
(kepada bahaya). Cukuplah sebagai kejahatan seorang muslim yang mengolok-olok
saudaranya yang lain. Setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram, darahnya,
hartanya dan kehormatannya.”
(( لاَ
تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَلاَ تَنَاجَشُوْا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ
عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا ))
“Janganlah kalian saling membenci, saling
membelakangi, saling menawar dagangan dengan harga yang tinggi untuk menipu
orang lain agar ia membeli dengan harga yang tinggi dan jangan menjual
(dagangan) atas transaksi jual beli muslim lainnya. Jadilah kalian sebagai
hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
5.
Menghormati dan
memuliakan kaum muslimin serta tidak merendahkan dan mencela mereka.
Allah
U
berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu
kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita
(yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok). Dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil-memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk (panggilan) ialah panggilan yang
buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah seorang diantara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.” (Q.S; Al-Hujurat: 11-12).
6.
Senantiasa
bersama-sama dengan mereka, baik dalam keadaan sempit (miskin) maupun lapang
(kaya), dan dalam keadaan susah maupun senang.
Berbeda dengan orang-orang munafik yang hanya bersama dengan kaum
muslimin pada saat lapang dan senang, dan mereka meninggalkan kaum muslimin
ketika dalam keadaan sempit dan susah.
Allah
U
berfirman :
“(Yaitu) orang-orang yang menunggu (peristiwa)
yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mu'min), maka jika terjadi
bagimu kemenangan dari Allah, mereka berkata,"Bukankah kami turut
berperang bersama kamu?’ Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan
(kemenangan) mereka berkata,"Bukankah kami turut memenangkanmu dan membela
kamu dari orang-orang mu'min’.Maka Allah akan memberi keputusan diantara kamu
dihari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang
kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Q.S; An-Nisa’ :141).
7.
Mengunjungi kaum
muslimin, senang bertemu dan berkumpul bersama mereka.
Di
dalam hadits qudsi disebutkan :
((
وَجَبَتْ مَحَبَّتِيْ لِلْمُتَزَاوِرِيْنَ فِيَّ ))
“Aku
pasti mencintai orang-orang yang saling kunjung-mengunjungi karena-Ku.”
Di
dalam hadits lain Nabi r
bersabda:
(( أَنَّ
رَجُلاً زَارَ أَخًا لَهُ فِي اللهِ فَأَرْصَدَ اللهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا
فَسَأَلَهُ: أَيْنَ تُرِيْدُ ؟ قَالَ : أَزُوْرُ أَخًا لِيْ فِي اللهِ، قَالَ :
هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا عَلَيْهِ ؟ قَالَ : لاَ غَيْرَ
أَنِّيْ أَحْبَبْتُهُ فِي اللهِ، قَالَ: فَإِنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكَ
بِأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيْهِ ))
“Bahwasanya ada seseorang yang akan
mengunjungi saudaranya karena Allah, maka Allah mengirimkan malaikat (berupa
manusia) yang menghadangnya di jalan, dan bertanya,"Hendak ke mana
engkau?’, dia menjawab,"Saya akan pergi berkunjung kepada seorang
saudaraku di jalan Allah." Dia bertanya,"Apakah kamu punya hajat yang
engkau harapkan darinya?’ dia menjawab ,"Tidak, hanya aku mencintainya
karena Allah.’ Malaikat berkata,"Saya adalah utusan Allah kepadamu untuk
menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu
karena Allah.”
8.
Menghargai hak-hak
orang mu'minin.
Ia
tidak mau menjual atas penjualan kaum mu'minin (tidak berebut pembeli), tidak
menawar barang yang telah ditawar, tidak meminang wanita yang telah dipinang,
dan tidak merebut apa yang telah mereka dahului dalam perkara yang mubah.
Nabi
r
bersabda:
(( أَلاَ
لاَ يَبِعِ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَتِهِ ))
“Ketahuilah, tidak boleh bagi seseorang untuk
menjual atas penjualan saudaranya, dan tidak boleh meminang (wanita) yang telah
dipinang saudaranya.”
Dalam
riwayat lain ditambahkan:
(( وَلاَ يَسُمْ عَلَى سَوْمِهِ ))
“Dan tidak boleh menawar barang yang telah
ditawar oleh saudaranya.”
9.
Bersikap lemah
lembut terhadap kaum yang lemah diantara kaum muslimin.
Nabi
r
bersabda:
((
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْكَبِيْرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيْرَنَا ))
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih
tua dan tidak mengasihi orang yang lebih muda.”
Di
dalam hadits lain:
(( هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ ))
“Bukankah kalian tidak diberikan kemenangan
dan rizki terkecuali disebabkan karena orang-orang yang lemah diantara kalian?”
Allah
U
berfirman :
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan senja hari dengan mengharap
keridha'an-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan kehidupan dunia.” (Q.S;
Al-Kahfi : 28).
10.
Mendo'akan kaum
muslimin dan memintakan ampunan buat mereka.
Allah
U
berfirman:
“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan.” (Q.S; Muhammad : 19).
Dan
juga Firman Allah U
:
“Ya
Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dahulu dari kami.” (Q.S; Al-Hasyr :
10).
Hal-Hal Yang Perlu Di Perhatikan
Allah U berfirman:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik
dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena (agama) dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.”(Q.S;
Al-Mumtahanah: 8).
Pengertiannya
adalah, barangsiapa diantara orang-orang kafir yang telah menahan diri untuk
tidak mengganggu, tidak memerangi dan tidak mengusir kaum muslimin dari kampung
halaman mereka, maka dalam menghadapi orang-orang kafir semacam itu, kaum muslimin
harus memberikan suatu balasan yang seimbang, yakni dengan kebaikan dan berlaku
adil dalam hubungan yang bersifat duniawi. Meski demikian, hati mereka tetap
tidak boleh mencintai orang kafir, karena Allah U berfirman:
“…untuk
berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka.”
(Q.S; Al-Mumtahanah : 8).
Dan
Allah tidak berfirman : “Untuk berwala’ (setia) dan mencintai mereka.”
Dan
sebagai perbandingan dalam masalah ini, Allah U berfirman tentang
keadaan kedua orang tua yang kafir :
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan
baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku.”(Q.S; Luqman:15).
Pada
suatu ketika ibunda Asma’ binti Abi Bakar radhiallahu 'anhuma yang kafir datang
kepadanya (di Madinah) dengan maksud meminta agar hubungan kekeluargaan tetap
terjalin meskipun dia kafir, lalu Asma’ minta izin kepada Rasulullah r
tentang hal itu, maka beliau bersabda:
(( صِلِيْ أُمَّكِ))
“Sambunglah hubungan kekeluargaan dengan
ibumu.”
Dan
Allah U
telah berfirman:
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau
saudara-saudara atau pun keluarga mereka.”
(Q.S; Al-Mujadilah : 22).
Maka hubungan silaturrahim dan saling membalas
budi dalam urusan dunia adalah suatu perkara, sedang suatu sikap rasa cinta dan
kasih sayang adalah perkara yang lain.
Disamping menyambung tali kekeluargaan dan
hubungan yang baik merupakan suatu pemikat agar orang kafir mau masuk Islam.
Dengan demikian perkara tersebut merupakan bagian dari sarana da'wah. Berbeda
halnya dengan kasih sayang dan kesetiaan yang menunjukkan setuju dengan keadaan
orang kafir, seperti; akhlak, aqidahnya, ibadah dan lain-lain. Yang demikian
itu menyebabkan tidak ada keinginan bagi seseorang untuk mengajak mereka masuk
Islam.
Demikian pula di haramkannya berwala’ terhadap
orang kafir, bukan berarti di haramkan bergaul dengan mereka dalam hal hubungan
dagang yang mubah, meng-import barang-barang dan industri, atau mengambil
manfaat dari pengalaman dan temuan-temuan mereka. Nabi r pernah menyewa Ibnu Uraiqith Al-Laitsi yang kafir, menjadi
penunjuk jalan ketika beliau hijrah ke Madinah. Juga beliau pernah berhutang
kepada beberapa orang Yahudi.
Kondisi umat islam dewasa ini yang senantiasa
meng-import barang-barang dan industri dari orang kafir, hal ini termasuk dalam
masalah jual beli dengan harga yang pantas, bukan berarti mereka memiliki
kelebihan dan keutamaan atas kita, dan hal itu juga bukan salah satu sebab
timbulnya rasa cinta dan wala’ kepada mereka. Allah U mewajibkan untuk mencintai kaum muslimin dan berwala’ kepada
mereka dan membenci orang-orang kafir serta memusuhi mereka.
Allah U berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta
berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang
memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin),
mereka itu satu sama lain saling melindungi.”
(Q.S; Al-Anfal : 72).
Tentang firman Allah U :
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi
pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak
melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (Q.S; Al-Anfal :73 ).
Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah
berkata,“Makna firman Allah: "Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah itu niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar" adalah jika kalian tidak menjauhi kaum musyrikin dan
tidak memberikan loyalitas terhadap kaum mu'minin, ketika kamu tidak melakukan
hal itu, niscaya akan terjadi fitnah di tengah manusia berupa pencampur-adukan
antara perkara kaum mu'minin dengan kaum kafir, hingga menyebabkan kerusakan
yang luas dan menyebar.”
Ironisnya, kenyataan ini telah terjadi di
zaman sekarang ini. Semoga Allah menolong kita.
Pembagian Manusia
Dalam Masalah Wala' Dan Bara'
Manusia dalam masalah wala’ dan bara’ terbagi
menjadi tiga bagian :
1.
Mereka
yang dicintai dengan suatu kecintaan yang murni, sama sekali tidak terdapat
permusuhan dalam kecintaannya.
Mereka adalah kaum mu'minin sejati seperti
para Nabi, orang–orang yang jujur dalam keimanannya, syuhada’ dan shalihin. Dan
yang paling mulia dari mereka adalah Rasulullah r, oleh karena itu wajib pula mencintai beliau lebih besar daripada
kecintaan kita terhadap diri sendiri, anak, orang tua dan manusia seluruhnya.
Kemudian isteri-isteri beliau yang merupakan
ibu kaum mu'minin, Ahlul bait (keluarga Nabi r) dan para sahabatnya yang mulia, terutama khulafa'ur rasyidin dan
sepuluh sahabat (yang dijamin masuk surga), kaum muhajirin dan anshar, orang
yang ikut serta dalam perang Badar dan orang yang pernah berbai’at dengan Nabi
di Bai`atur Ridwan, kemudian para sahabat yang lainnya.
Lalu para tabi’in dan orang-orang yang hidup
pada abad yang terbaik, ulama-ulama salaf dan para imam yang empat.
Allah U berfirman:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshar) mereka berdo’Allah, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Q.S; Al- Hasyr:10).
Dan tidak boleh bagi orang yang di hatinya
masih ada iman membenci sahabat Nabi dan para ulama salaf pada umat ini.
Orang-orang yang membenci mereka adalah orang
yang hatinya cenderung untuk menyimpang, kaum munafik dan musuh-musuh Islam
seperti golongan syi'ah rafidhah dan khawarij.
2.
Orang
yang dibenci dan dimusuhi dengan sebenarnya, serta tidak ada suatu kecintaan
sama sekali kepada mereka.
Mereka adalah kaum kafir murni dari
orang-orang yang kafir, musyrik, munafik, murtad dan orang-orang yang menentang
Islam dari berbagai golongan.
Sebagaimana
firman Allah U:
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau
saudara-saudara atau pun keluarga mereka.”
(Q.S; Al-Mujadilah : 22).
Allah U mencela Bani Israel dalam firman-Nya:
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan
orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka
sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka dan mereka akan
kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa)
dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan
mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan
dari mereka adalah orang-orang fasik.” (Q.S;
Al-Maidah: 80-81).
3.
Orang
yang dicintai karena suatu hal dan dibenci karena suatu hal yang lain.
Maka dalam dirinya terkumpul adanya suatu
kebencian dan permusuhan, mereka itu adalah orang mukmin yang berbuat
kemaksiatan. Mereka dicintai karena ada pada mereka keimanan dan dibenci karena
ada pada mereka kemaksiatan yang bukan termasuk kekafiran dan kemusyrikan.
Mencintai mereka dengan konsekwensi menasehati
mereka dan mengingkari perbuatan maksiat yang mereka lakukan, bahkan harus
mengingkarinya, agar mereka diajak kepada yang baik dan dilarang dari yang
mungkar. Dan hendaknya ditegakkan atas mereka hukum-hukum serta ancaman-ancaman
sehingga mereka jera dari kemaksiatan dan bertaubat dari kejahatan. Akan tetapi
mereka tidaklah dibenci dengan kebencian yang sepenuhnya dan berlepas diri dari
mereka, sebagaimana dikatakan oleh kelompok khawarij dalam hal orang yang
melakukan dosa besar, yang tidak sama dengan perbuatan syirik. Mereka juga
tidak dicintai dan diberi kesetiaan penuh sebagaimana yang dikatakan oleh
kelompok murji’ah, tetapi hendaknya adil dalam menyikapi keadaan mereka,
sebagaimana yang dijelaskan dalam mazhab Ahlussunnah wal jama’ah([1]).
Suatu kecintaan yang didasarkan karena Allah,
dan kebencian karena Allah adalah tali yang sangat kuat dalam keimanan, dan
seseorang akan berada bersama dengan orang yang dicintainya di hari kiamat.
Demikian di jelaskan dalam sebuah hadits.
Situasi dan keadaan telah berubah, kini
kebanyakan manusia setia dan memusuhi karena urusan dunia. Mereka berwala’
terhadap orang yang memiliki kekuasaan, kenikmatan dunia meskipun orang
tersebut adalah musuh Allah, Rasul dan agama Islam. Sedang orang yang tidak
memiliki nasib baik, mereka memusuhinya, meski orang tersebut adalah wali Allah
dan setia terhadap Rasul-Nya, bahkan dikarenakan sebab yang sepele mereka
mengucilkan dan menghinakannya.
Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu berkata:
“Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, berwala’ karena
Allah dan memusuhi karena Allah, (maka ketahuilah) bahwasanya perwalian Allah
itu hanya bisa dicapai dengan amalan. Dan umumnya manusia mengikat tali
persaudaraan karena perkara dunia. Yang demikian itu tidaklah mendatangkan
suatu manfa'at sedikitpun bagi pelakunya.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah tbahwasanya Rasulullah r bersabda:
((إِنَّ اللهَ
تَعَالَى قَالَ: مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ))
“Sesunguhnya Allah U berfirman: "Barangsiapa memusuhi wali-Ku, maka sungguh Aku
telah mengumumkan perang padanya.” (HR.
Al-Bukhari).
Orang yang paling memusuhi Allah adalah orang
yang memusuhi sahabat Nabi r,
mencela dan merendahkan martabat mereka, padahal Rasulullah r telah bersabda:
“Takutlah kepada Allah, Takutlah kepada Allah, terhadap kehormatan
sahabatku, janganlah kalian menjadikan mereka sebagai sasaran (cemoohan dan
ejekan), barangsiapa menyakiti mereka maka sungguh dia telah menyakiti aku, dan
barangsiapa menyakiti aku maka sungguh ia telah menyakiti Allah, dan
barangsiapa yang telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menyiksanya.”
Sikap mengejek dan memusuhi sahabat Nabi r kini telah menjadi agama dan aqidah sebagian golongan dan kelompok
sesat.
Kita berlindung kepada Allah U dari kemurkaan-Nya dan pedih siksaan-Nya. Semoga shalawat dan
salam tetap tercurah ke atas Nabi Muhammad r, keluarga, sahabat dan orang-orang
yang mengikutinya dengan baik hingga hari kemudian.
Murji’ah : selagi iman masih ada, dosa besar
tidak masalah.
Ahlus sunnah : Mu'min yang berbuat dosa
adalah mu'min yang kurang imannya.
|
6
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar