Perkembangan
Fiqh dan Madzhab
Rasulullah
saw. tidak meninggalkan dunia ini, kecuali setelah bangunan syariat Islam
lengkap dengan nash yang tegas dan jelas. Allah SWT berfirman:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah: 3)
Namun
demikian Rasulullah saw. tidak meninggalkan “buku fiqh tertulis” yang berisi
hukum-hukum Islam baku. Namun beliau meninggalkan sejumlah kaidah global,
sebagian hukum-hukum juz’i (penggalan masalah), dan hukum-hukum pengadilan yang
ada di Al Quran dan Sunnah. Sebagian kecil dan ringkas ini hampir mencukupi
untuk menata hidup mereka. Namun (umat) Islam berkembang dan memenuhi jazirah
Arab dan sekitarnya. Mereka menemukan realitas dan tradisi yang sebelumnya
tidak di alami. Kondisi ini menuntut ijtihad fiqh untuk meletakkan
dasar-dasarnya (kaidah) untuk mengaturnya sesuai dengan syariat Islam.
Kaidah-kaidah yang kemudian disebut kaidah fiqh itu merupakan nilai yang
diambil dari Al Quran.
Kejadian
dan peristiwa semakin berkembang seiring semakin bertambahnya populasi umat
Islam. Kebutuhan terhadap fiqh dan kaidah-kaidah umumnya pun semakin meningkat.
Terutama di negara dan wilayah baru yang dibuka oleh umat Islam. Kian hari fiqh
kian berkemang dari generasi ke generasi sehingga fiqh menjadi disiplin ilmu
tersendiri yang sangat luas dan sistematis. Jika diteliti, fiqh sejak zaman
Rasulullah hingga masa-masa berikutnya melalui sejumlah fase pertumbuhan yang
berbeda-beda dalam empat generasi atau empat abad pertama (hijriyah).
Diawali
dari penulisan (kodifikasi) fiqh madzhab, dilanjutkan syuruh (penjelasan
rinci), ihtisharat (ringkasan), penulisan matan (teks inti pendapat seorang
imam), mausuat (eksiklopedi) fiqh, penulisan kaidah fiqh, ashbah wan nadlair
(masalah-masalah yang memiliki kesamaan dan perbedaan dalam tinjauan fiqh),
fiqhul muqorin (fiqh perbandingan), nadlariyah fiqhiyah (teori fiqh), hingga
fiqh menjadi ketetapan undang-undang dan hukum Islam.
Berikut adalah fase-fase tersebut :
Fase I :
Masa
Risalah dimulai dan diakhiri selama Rasulullah saw. hidup hingga wafat. Di masa
ini bangunan syariat dan agama telah sempurna.
Fase II :
Masa
Khulafaur rashidin hingga pertengahan abad pertama hijriyah. Dua fase I dan II
adalah fase pengantar penulisan fiqh.
Fase III :
Diawali
sejak pertengahan abad pertama hijriyah hingga awal abad kedua hijriyah. Ilmu
fiqh menjadi disiplin ilmu tersendiri. Di fase ini sekolah-sekolah fiqh tumbuh
pesat yang sesungguhnya adalah setiap sekolah itu sebagai media bagi setiap
madzhab fiqh. Fase ini bisa disebut sebagai fase peletakan dasar bagi
kodifikasi fiqh.
Fase IV :
Diawali
dari pertengahan abad keempat hijriyah hingga pertengahan abad empat hijriyah.
Di fase ini fiqh telah sempurna terbentuk.
Fase V :
Diawali
pertengahan abad lima hijriyah hingga jatuhnya Baghdad, ibu kota daulah
abbasiyah sebagai pusat ilmu dan peradaban Islam ke tangan Tartar di
pertengahan abad tujuh. Di fase ini fiqh mulai memasuki masa statis dan taqlid
dalam penulisan fiqh.
Fase VI :
Diawali
dari pertengahan abad tujuh hijriyah hingga awal abad modern. Fase ini adalah
fase kelemahan dalam sistematika dan metodologi penulisan fiqh.
Fase VII :
diawali
dari pertengahan abad 13 hijriyah hingga sekarang. Di fase ini studi fiqh,
terutama studi perbandingan fiqh berkembang.
Sekilas tentang ahli fiqh (fuqaha) madzhab
Al Faqiih,
mufti atau mujtahid, adalah orang yang sudah memiliki kemampuan mengambil
kesimpulan hukum-hukum (istinbathul ahkam) dari dalil-dalilnya. Sementara yang
dimaksud madzhab, secara bahasa adalah tempat pergi atau jalan. Secara istilah
adalah pandangan seseorang atau kelompok tentang hukum-hukum yang mencakup
sejumlah masalah.
Benih
madzhab muncul sejak masa sahabat. Sehingga dikenal ada madzhab Aisyah, madzhab
Abdullah bin Umar, madzhab Abdullah bin Masud. Di masa tabiin juga terkenal
tujuh ahli fiqh dari kota Madinah; Said bin Musayyib, Urwah bin Zubair, Qasim
bin Muhammad, Kharijah bin Zaid, Abu Bakr bin Abdullah bin Utbah bin Masud,
Sulaiman bin Yasar, Ubaid bin Abdillah, Nafi’ Maula Abdullah bin Umar. Dari
penduduk Kufah; Alqamah bin Masud, Ibrahim An Nakha’i, guru Hammad bin Abi
Sulaiman, guru Abu Hanifah. Dari penduduk Basrah; Hasan Al Basri.
Dari
kalangan tabiin ada ahli fiqh yang juga cukup terkenal; Ikrimah Maula Ibnu
Abbas dan Atha’ bin Abu Rabbah, Thawus bin Kiisan, Muhammad bin Sirin, Al Aswad
bin Yazid, Masruq bin Al A’raj, Alqamah An Nakha’i, Sya’by, Syuraih, Said bin
Jubair, Makhul Ad Dimasyqy, Abu Idris Al Khaulani.
Di awal
abad II hingga pertengahan abad IV hijriyah yang merupakan fase keemasan bagi
itjihad fiqh, muncul 13 mujtahid yang madzhabnya dibukukan dan diikuti
pendapatnya. Mereka adalah Sufyan bin Uyainah dari Mekah, Malik bin Anas di
Madinah, Hasan Al Basri di Basrah, Abu Hanifah dan Sufyan Ats Tsury (161 H) di
Kufah, Al Auzai (157 H) di Syam, Syafii, Laits bin Sa’d di Mesir, Ishaq bin Rahawaih
di Naisabur, Abu Tsaur, Ahmad bin Hanbal, Daud Adz Dzhahiri dan Ibnu Jarir At
Thabary, keempatnya di Baghdad.
Namun
kebanyakan madzhab di atas hanya tinggal di kitab dan buku-buku seiring dengan
wafatnya para pengikutnya. Sebagian madzhab lainnya masih tetap terkenal dan
bertahan hingga hari ini. Berikut adalah sekilas tentang madzhab-madzhab
tersebut:
1. Abu Hanifah.
Nama
aslinya An Nu’man bin Tsabit (80-150 H); pendiri madzhab Hanafi. Ia berasal
dari Kufah dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah
Umaiyah dan Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut Tabiin (tabi’utabiin), sebagian
ahli sejarah menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’in. Beliau pernah bertemu
dengan Anas bin Malik (Sahabat) dan meriwayatkan hadis terkenal,”Mencari ilmu
itu wajib bagi setiap Muslim,”
Imam Abu
Hanifah dikenal sebagai terdepan dalam “ahlu ra’y”, ulama yang baik dalam
penggunaan logika sebagai dalil. Beliau adalah ahli fiqh dari penduduk Irak. Di
samping sebagai ulama fiqh, Abu Hanifah berprofesi sebagai pedagang kain di
Kufah. Tentang kredibelitasnya sebagai ahli fiqh, Imam Syafi’i
mengatakan,”Dalam fiqh, manusia bergantung kepada Abu Hanifah,”. Imam Abu
Hanifah menimba ilmu hadis dan fiqh dari banyak ulama terkenal. Untuk fiqh,
selama 18 tahun beliau berguru kepada Hammad bin Abu Sulaiman, murid Ibrahim An
Nakha’i. Abu Hanifah sangat selektif dalam menerima hadis dan lebih banyak
menggunakan Qiyas dan Istihsan. Dasar madzhab Imam Abu Hanifah adalah; Al
Quran, As Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istihsan. Dalam ilmu akidah Imam Abu Hanifah
memiliki buku berjudul “Kitabul fiqhul akbar” (fiqh terbesar; akidah).
Beberapa
murid Imam Abu Hanifah yang terkenal:
- Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim dari Kufah (113 – 182 H). Beliu menjadi hakim agung di masa Khalifah Harun Al Rasyid. Beliau juga sebagai mujtahid mutlak (mujtahid yang menguasai seluruh disiplin ilmu fiqh).
- Muhammad bin Hasan Asy Syaibani (132 – 189 H). Lahir di Damaskus (Syuriah) dan besar di Kufah dan menimbah ilmu di Baghdad. Pernah menimba ilmu kepada Abu Hanifah, kemudian Abu Yusuf. Pernah menimba ilmu kepada Imam Malik bin Anas. Ia juga termasuk mujtahid mutlak. Ia menulis kitab “dlahirur riwayah” sebagai pegangan madzhab Abu Hanifah.
- Abu Hudzail Zufar bin Hudzail bin Qais (110 – 158 H) ia juga sebagai mujtahid mutlak.
- Hasan bin Ziyad Al Lu’lu’iy ( w 204 H). Dalam urusan fiqh beliau belum mencapai Abu Hanifah dan dua muridnya.
2. Malik bin Anas bin Abi Amir Al Ashbahi (93 –
179 H)
Beliau
adalah pendiri madzhab Maliki. Beliau adalah Imam penduduk Madinah dalam urusan
fiqh dan hadis setelah Tabi’in. Beliau dilahirkan di masa Khalifah Al Walid bin
Abdul Malik dan meninggal di masa khalifah Al Rasyid di Madinah. Beliau tidak
pernah melakukan perjalanan keluar dari Madinah ke wilayah lain. Sebagaimana
Abu Hanifah, Imam Malik juga hidup dalam dua masa pemerintahan Daulah Umawiyah
dan Abbasiyah. Di masa dua Imam besar inilah, kekuasaan pemerintahan Islam
meluas hingga Samudra Pasifik di barat dan hingga Cina di timur, bahkan ke
jantung Eropa dengan dibukanya Andalusia.
Imam Malik
berguru kepada ulama Madinah. Dalam jangka cukup panjang beliau mulazamah
(berguru langsung) kepada Abdur Rahman Hurmuz. Beliau juga menimba ilmu kepada
Nafi’ maula Ibnu Umar, Ibnu Syihab Az Zuhri. Guru fiqh beliu adalah Rabiah bin
Abdur Rahman.
Imam Malik
adalah ahli hadis dan fiqh. Ia memiliki kitab “Al Muwattha’” yang berisi hadis
dan fiqh. Imam Syafi’i berkata tentangnya,”Malik adalah guru besarku, darinya
aku menimba ilmu, beliau adalah hujjah antaraku dan Allah. Tak seorang pun yang
lebih banyak memberi ilmu melebihi Malik. Jika disebut ulama-ulama, maka Malik
seperti bintang yang bersinar,”
Imam Malik
membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al Quran, As Sunnah (dengan lima rincian
dari masing-masing Al Quran dan As Sunnah; tekstualitas, pemahaman dlahir,
lafadl umum, mafhum mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal illah), Ijma’,
Qiyas, Amal ahlul madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat,
Istihsan, Saddudzarai’, muraatul khilaf, Istishab, maslahah mursalah, syaru man
qablana (syariat nabi terdahulu).
Murid Imam
Malik tersebar di Mesir, utara Afrika, dan Andalus. Di antara mereka adalah Abu
Abdillah; Abdur Rahman bin Al Qasim (w 191 H) ia dikenal murid paling mumpuni
tentang madzhab Malik dan paling dipercaya. Ia juga yang mentashih kitab
pegangan madzhab ini “Al Mudawwnah”. Murid Imam Malik lainnya adalah Abu
Muhammad (125 – 197 H) ia menyebarkan madzhabnya di Mesir, Asyhab bin Abdul
Aziz, Abu Muhammad; Abdullah bin Abdul Hakam, Muhammad bin Abdullah bon Abdul
Hakam, Muhammad bin Ibrahim. Murid Imam Malik dari wilayah Maroko; Abul Hasan;
Ali bin Ziyad, Abu Abdillah, Asad bin Furat, Yahya bin Yahya, Sahnun; Abdus
Salam dll.
3. Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (150 – 204 H)
Beliau
adalah pendiri madzhab Syafi’i. Dipanggil Abu Abdullah. Nama aslinya Muhammad
bin Idris. Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah saw. pada kakek beliau Abdu
Manaf. Beliau dilahirkan di Gaza Palestina (Syam) tahun 150 H, tahun wafatnya
Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Setelah
ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke
Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim.
Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra
sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari
seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris,” Imam Syafi’i
adalah imam bahasa Arab.
Di Mekah,
Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji
sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun.
Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas.
Beliau mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9
malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin
Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
Imam
Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Kemudian pergi ke
Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan.
Beliau memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.
Imam
Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad
tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya,
ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i
menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun
200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai
syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Salah satu
karangannya adalah “Ar Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al
Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang
mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli
Irak dan fiqh ahli Hijaz. Imam Ahmad berkata tentang Imam Syafi’i,”Beliau
adalah orang yang paling faqih dalam Al Quran dan As Sunnah,” “Tidak seorang
pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu) melainkan Allah memberinya di
‘leher’ Syafi’i,”. Thasy Kubri mengatakan di Miftahus sa’adah,”Ulama ahli fiqh,
ushul, hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu lainnya sepakat bahwa Syafi’i
memiliki sifat amanah (dipercaya), ‘adaalah (kredibilitas agama dan moral),
zuhud, wara’, takwa, dermawan, tingkah lakunya yang baik, derajatnya yang
tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan hidupnya saja masih kurang
lengkap,”
Dasar
madzhabnya: Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan
sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak
mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya,
menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i
mengatakan,”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan
syariat,”. Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah
(pembela sunnah),”
Kitab “Al
Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad
bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al Karabisyi dari Imam Syafi’i.
Sementara
kitab “Al Umm” sebagai madzhab yang baru Imam Syafi’i diriwayatkan oleh
pengikutnya di Mesir; Al Muzani, Al Buwaithi, Ar Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam
Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan
dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku
di belakang tembok,”
4. Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani (164 – 241 H)
Beliu
adalah pendiri madzhab Hanbali. Beliau dipanggil Abu Abdillah. Nama aslinya
Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Adz Dzhali Asy Syaibani. Dilahirkan di
Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal.
Beliau memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti
Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam.
Beliau
berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid
mutlak mustaqil. Gurunya sangat hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah
hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di jamannya dengan berguru
kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al Bukhari (104 – 183 H).
Imam Ahmad
adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Ibrahim Al Harbi berkata tentangnya,”Saya
melihat Ahmad seakan Allah menghimpun baginya ilmu orang-orang terdahulu dan
orang belakangan,” Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke
Mesir,”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang
paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal (Imam Ahmad),”
Di masa
hidupnya, di zaman khalifah Al Makmum, Al Mu’tasim da Al Watsiq, Imam Ahmad
merasakan ujian siksaan dan penjara karena mempertahankan kebenaran tentang “Al
Quran kalamullah” (firman dan perkataan Allah), ia dipaksa untuk mengubahnya
bahwa Al Quran adalah makhluk (ciptaan Allah). Namun beliau menghadapinya
dengan kesabaran membaja seperti para nabi. Ibnu Al Madani
mengatakan,”Sesungguhnya Allah memuliakan Islam dengan dua orang laki-laki; Abu
Bakar di saat terjadi peristiwa riddah (banyak orang murtad menyusul wafatnya
Rasulullah saw.) dan Ibnu Hambal di saat peristiwa ujian khalqul quran (ciptaan
Allah),”. Bisyr Al Hafi mengatakan,”Sesungguhnya Ahmad memiliki maqam para
nabi,”
Dasar
madzhab Ahmad adalah Al Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas,
Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.
Imam Ahmad
tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang
membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan
lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al Musnad” yang memuat
40.000 lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad
mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan
bukan hadis batil atau munkar.
Di antara
murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal (w 266 H) anak terbesar Imam
Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (213 – 290 H). Shalih bin Ahmad lebih
menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah
Al Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad (w 273 H),
Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran (w 274 H), Abu Bakr Al Khallal (w 311
H), Abul Qasim (w 334 H) yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang
fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah “Al Mughni”
karangan Ibnu Qudamah
Klasifikasi
Hadits Berdasarkan Jumlah Perawi
Dari sisi
jumlah perawinya, kita bisa membagi hadits menjadi dua besar. Pertama, hadits
mutawaitr. Kedua, hadits Ahad. Dan untuk lebih detailnya, silahkan baca rincian
berikut ini.
A. HADITS MUTAWATIR
1. Definisi: Yaitu suatu hadits hasil tanggapan
dari pancaindera yang diriwayatkan oleh oleh sejumlah besar rawi yang menurut
adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat berdusta.
2. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir
i.
Pemberitaan yang disampaikan oleh perawi harus berdasarkan tanggapan
pancainderanya sendiri
ii. Jumlah
perawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka
bersepakat dusta. Sebagian ulama menetapkan 20 orang berdasarkan firman Allah
dalam QS. Al-Anfal:65. Sebagian yang lain menetapkan sejunlah 40 orang
berdasarkan QS. Al-Anfal:64.
iii. Adanya
keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqah (lapisan) pertama dengan
jumlah perawi dalam lapisan berikutnya.
Karena
syaratnya yang sedemikian ketat, maka kemungkinan adanya hadits mutawatir ada
namun jumlahnya tidak banyak.
3. Klasifikasi hadits mutawatir
Terbagi
menjadi dua yakni Mutawatir Lafdhy dan Mutawatir ma’nawy. Hadits Mutawatir
Lafdhy adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang yang susunan redaksi
dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya (Hadits
yang mutawatir lafadznya)
Hadits
Mutawatir Ma’nawy adalah hadits mutawatir yang perawinya berlainan dalam
menyusun redaksi hadits, tetapi terdapat persamaan dalam maknanya. Atau menurut
definisi lain adalah kutipan sekian banyak orang yang menurut adapt kebiasaan
mustahil bersepakat dusta atas kejadian-kejadian yang berbeda-beda tetapi
bertemu pada titik persamaan.
4. Manfaat Hadits Mutawatir
Hadits
Mutawatir memberi manfaat ilmu dlarury yakni keharusan untuk menerimanya
bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadits mutawatir sehingga membawa
kepada keyakinan yang qath’I (pasti)
* * *
B. HADITS AHAD
1. Definisi : hadits yang tidak mencapai derajat
mutawatir
2. Klasifikasi Hadits Ahad
a. Hadits Masyhur yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
tiga orang atau lebih serta belum mencapai derajat mutawatir. Hadits Masyhur
terbagi menjadi tiga, yaitu masyhur dikalangan para muhadditsin dan
golongannya; masyhur dikalangan ahli-ahli ilmu tertentu dan masyhur dikalangan
orangn umum.
b. Hadits Aziz yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
dua orang walaupun dua orang rawi tersebut terdapar pada satu lapisan saja,
kemudian setelah itu orang-orang lain meriwayatkannya.
c. Hadits Gharib yaitu hadits yang dalam sanadnya
terdapat seorang (rawi) yang menyendiri dalam meriwayatkan dimana saja
penyendirian dalam sanad itu terjadi. Klasifikasi hadits Gharib:
1. Gharib mutlak (Fard), terjadi apabila penyendiriannya
disandarkan pada perawinya dan harus berpangkal pada tabiin bukan sahabat sebab
yang menjadi tujuan dalam penyendirian rawi ini adalah untuk menetapkan apakah
ia masih diterima periwayatannya atau ditolak sama sekali.
2. Gharib Nisby yaitu apabila penyendiriannya
mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi, misalnya:
- Tentang
sifat keadilan dan ketsiqahan rawi
- Tentang
kota atau tempat tinggal tertentu
- Tentang
meriwayatkannya dari rawi tertentu
Jika
penyendirian itu ditinjau dari segi letaknya (matan atau sanadkah), maka
terbagi menjadi:
1. Gharib
pada sanad dan matan
2. Gharib
pada sanadnya saja sedangkan matannya tidak
III. KETENTUAN UMUM HADITS AHAD
Pembagian
hadits Ahad menjadi Masyhur, Aziz dan Gharib tidaklah bertentangan dengan
pembagian hadits ahad kepada shahih, Hasan dan Dhaif. Sebab membagi nya dalam
tiga macam tersebut bukan bertujuan untuk menentukan makbul dan mardudnya suatu
hadits tetapi untuk mengetahui banyak atau sedikitnya sanad.
Sedangkan
membagi hadits Ahad menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif adalah untuk menentukan
dapat diterima atau ditolaknya suatu hadits. Maka hadits Masyhur dan Aziz,
masing-masing ada yang shahih, hasan dan dhaif dan tidak semua hadits gharib
itu dhaif walaupun hanya sedikit sekali.
Menurut
Imam Malik, sejelek-jeleknya ilmu Hadits adalah yang Gharib dan yang
sebaik-baiknya adalah yang jelas serta diperkenalkan oleh banyak orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar